Ada kabar gembira bagi Anda yang memiliki hobi masak, sekaligus menjadi 'pecandu' jejaring sosial Twitter. Sebuah buku yang diberi judul "Tweet Pie" mengumpulkan sejumlah resep, yang tiap resep terdiri dari kata dengan jumlah maksimum 140 karakter, yang merupakan ciri khas Twitter.
Buku resep terpendek di dunia ini memuat sejumlah resep makanan. Mulai dari makanan pembuka, makanan utama, hidangan penutup, aneka minuman, hingga makanan ringan.
Setidaknya ada 200 resep tersedia di buku ini. Namun, pihak penerbit buku sengaja membuat desain halaman sedemikian rupa, yaitu satu halaman untuk satu resep. Karena jika tidak, semua kumpulan resep itu pun bisa ditampung dalam satu halaman kertas A4.
Awalnya, buku ini terinspirasi dari sebuah survei yang mengungkap bahwa koki-selebriti Inggris, Delia Smith, menjadi koki yang paling banyak menggunakan kata dalam buku resepnya, dengan 872 kata hanya untuk sebuah resep sapi panggang. Sedangkan untuk resep yang sama, koki-selebriti lain, Nigella Lawson membutuhkan 787 kata dan Jamie Oliver membutuhkan 773 kata.
Sebuah organisasi amal di bidang makanan, FoodCycle, kemudian tergelitik untuk bertanya dalam sebuah tweet: "Bisakah Anda menciptakan resep hanya dalam 140 karakter?" demikian tweet yang ditulis FoodCycle yang bekerja sama dengan produsen makanan ringan asal Inggris Belling.
Tweeps pun kemudian menyahut tweet itu, dan mengirimkan sejumlah resep. Kumpulan resep inilah yang kemudian dihimpun dalam sebuah buku resep. Tak hanya resep, tweeps juga ikut menyumbang ilustrasi dalam buku ini.
Keuntungan dari penjualan buku ini sepenuhnya akan didonasikan untuk kegiatan amal yang dilakukan FoodCycle, yang menyebut ada setidaknya 4 juta warga Inggris kekurangan makanan dan menderita malnutrisi. Buku ini sendiri dijual secara online di situs eBay.
MESIN ROTI, MESIN BAKERY & UTENSILL, SPARE PART MESIN ROTI, BONGKAR PASANG ROTARY OVEN
Rabu, 20 Maret 2013
Minggu, 17 Maret 2013
Salwa, Sate Ikan Crispy
Bisnis sate ikan ternyata cukup menjanjikan. Sate ikan tanpa tulang ini, mulanya adalah produk rumahan, namun kini berkembang dengan sistem waralaba.
Muhammad Toip, pemilik usaha "Salwa" sate ikan, mengaku bisnis ini adalah obsesi besarnya. Karena peluang usaha ini sangat menjanjikan, Muhammad Toip rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah dilakoninya selama delapan di dua perusahaan. "Terakhir saya jadi kepala cabang," katanya.
Dulu Muhammad Toip menjual sate ikan secara langsung. Namun karena permintaan sangat banyak dan terutama ingin menciptakan pekerjaan buat orang lain, maka ia mencoba menggunakan sistem waralaba.
Indonesia, kata Muhammad Toip, kaya dengan ikan, namun konsumsi masyarakatnya sangat kurang. "Dengan jajanan sehat ini bisa memberikan konstribusi sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup," ujarnya.
Menu andalan "Salwa" sate ikan antara lain, kakap crispy, tuna crispy, balakutak crispy, dan udang crispy. Cara membuatnya sangat gampang. Pertama pilih ikan segar. Kemudian pilih bumbu seperti garam, lada bubuk, dan cabe merah bubuk. "Terakhir bahan dicampur dengan tepung crispy sebelum digoreng," terangnya.
Dijelaskan Muhammad Toip, selama dua tahun bisnis ini berjalan sudah 20 mitra yang bergabung. Mereka ada di Kota Bandung, Tangerang, serta Bogor.
Muhammad Toip, pemilik usaha "Salwa" sate ikan, mengaku bisnis ini adalah obsesi besarnya. Karena peluang usaha ini sangat menjanjikan, Muhammad Toip rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah dilakoninya selama delapan di dua perusahaan. "Terakhir saya jadi kepala cabang," katanya.
Dulu Muhammad Toip menjual sate ikan secara langsung. Namun karena permintaan sangat banyak dan terutama ingin menciptakan pekerjaan buat orang lain, maka ia mencoba menggunakan sistem waralaba.
Indonesia, kata Muhammad Toip, kaya dengan ikan, namun konsumsi masyarakatnya sangat kurang. "Dengan jajanan sehat ini bisa memberikan konstribusi sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup," ujarnya.
Menu andalan "Salwa" sate ikan antara lain, kakap crispy, tuna crispy, balakutak crispy, dan udang crispy. Cara membuatnya sangat gampang. Pertama pilih ikan segar. Kemudian pilih bumbu seperti garam, lada bubuk, dan cabe merah bubuk. "Terakhir bahan dicampur dengan tepung crispy sebelum digoreng," terangnya.
Dijelaskan Muhammad Toip, selama dua tahun bisnis ini berjalan sudah 20 mitra yang bergabung. Mereka ada di Kota Bandung, Tangerang, serta Bogor.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Rabu, 13 Maret 2013
Brownies Ikan Bandeng Kreasi Mahasiswi Unhalu
Sejumlah mahasiswi yang mengenyam pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Haluoleo (Unhalu), Kendari, Sulawesi Tenggara, pandai memanfaatkan sumber daya alam daerahnya untuk pembuatan brownies. Mereka memakai ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai bahan baku brownies.
Kreasi para mahasiswi Program Studi Budi Daya Perairan ini patut diacungi jempol. Melalui program kreatifitas mahasiswa kewirausahaan (PKMK), mereka ingin memperkenalkan produk olahan ikan bandeng sekaligus menumbuhkan jiwa kewirausahaan rekan sebayanya. Memilih proses pengolahan bahan pangan yang terbilang unik, Yulian Syalfiana Fatuni dan beberapa temannya menyajikan makanan olahan bandeng yang sebelum ini mungkin belum pernah ada di pasaran.
Dalam tahap pembuatan brownies ikan bandeng, putri-putri bangsa ini melakukannya dengan sistematis dan penuh perhitungan agar bisa menghasilkan brownies selezat brownies panggang konvensional yang banyak beredar. Pengujian produk dilakukan melalui 2 tahap, yakni tahap uji laboratorium dan tahap uji kepuasan konsumen.
Pada tahap uji laboratorium, produk tersebut dinyatakan lolos dan layak untuk dikonsumsi karena mengandung protein sebanyak 15,64 persen, karbohidrat 46,86 oersen dan lemak 17,1 persen. Sedangkan untuk uji kepuasan konsumen parameter yang diajukan seperti tampilan, rasa, aroma dan tekstur, semuanya dinyatakan lolos dan layak untuk dipasarkan.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Minggu, 10 Maret 2013
Yoghurt Kulit Pisang Kaya Manfaat
Pisang merupakan buah yang selalu tersedia melimpah di pasar, bukan jenis buah musiman dan produksinya cukup banyak. Buah tropis ini banyak dikonsumsi dalam keadaan segar oleh sebagian masyarakat, tetapi kulitnya hanya dibuang begitu saja dan ujungnya menjadi limbah.
Padahal, penelitian tim Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan Taiwan memperlihatkan bahwa ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi mengurangi gejala depresi dan menjaga kesehatan retina mata. Selain kaya vitamin B6, kulit pisang banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk menyeimbangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk menjaga retina dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina.
Melihat banyaknya manfaat yang terdapat dalam kulit pisang tersebut mendorong mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA fakultas MIPA UNY yaitu Ratna Wirawati, Manna Wassalwa, Zamzam Fatma Ambarsari, Feby Kristifany dan Anita Setyorini untuk mengolah limbah kulit pisang menjadi yoghurt.
''Kami memilih kulit pisang untuk dijadikan yoghurt karena selama ini kulit pisang hanya menjadi limbah dari pedagang gorengan dan dianggap sebagai sampah yang tidak ada manfaatnya, tetapi ternyata dapat berubah menjadi komoditas usaha yang menjanjikan,'' kata Ratna Wirawati.
Manna Wassalwa menambahkan bahwa kulit pisang mengandung karbohidrat sebesar 18,50%, vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, lemak, pektin dan air sebanyak 68,90%. ''Rata-rata setiap 100 gram daging pisang mengandung 70 gram air, 1,2 gram protein, 0,3 gram lemak, 27 gram pati dan 0,5 gram serat.
''Pisang juga kaya akan potassium yang berguna untuk pertumbuhan, dan juga merupakan bahan yang baik untuk diet karena mengandung kolesterol, lemak serta garam yang rendah. Pisang juga mengandung vitamin C, vitamin B6, dan vitamin A,'' katanya
Cara pembuatannya, dijelaskan Feby Kristifany, pertama kali adonan yoghurt dibuat dengan takaran 1 liter cream pisang dicampur dengan 0,5 kg gula pasir lalu disterilkan atau dipasteurisasi dengan cara memanaskan adonan cream kulit pisang tersebut hingga suhu 73 derajat C selama 15 menit denga menggunakan panci, kompor dan thermometer. Langkah berikutnya, proses kulturisasi yaitu memasukkan bibit yoghurt dan susu bubuk putih.
Yang dimaksud dengan bibit yoghurt disini adalah yoghurt yang sudah jadi sebanyak 0.05 liter dan 0,25 gr susu bubuk putih ditambahkan ke dalam cream kulit pisang yang sudah dipasteurisasi tersebut. Cream kulit pisang yang sudah dikulturkan tersebut dihangatkah dalam suhu 45 derajat C selama 24 jam atau disebut proses inkubasi yang dilakukan dengan menggunakan kardus berventilasi, ditempeli dengan bohlam yang diatur sedemikian agar lampu bohlam tersebut mampu memberikan kehangatan kepada susu tersebut.
Kemudian cream kulit pisang diletakkan dalam kardus selama 24 jam, setelah itu yoghurt kulit pisang yang sudah jadi dimasukan ke dalam kulkas. Gagasan mahasiswa pendidikan IPA itu berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2011 bidang Kewirausahaan.
Padahal, penelitian tim Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan Taiwan memperlihatkan bahwa ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi mengurangi gejala depresi dan menjaga kesehatan retina mata. Selain kaya vitamin B6, kulit pisang banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk menyeimbangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk menjaga retina dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina.
Melihat banyaknya manfaat yang terdapat dalam kulit pisang tersebut mendorong mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA fakultas MIPA UNY yaitu Ratna Wirawati, Manna Wassalwa, Zamzam Fatma Ambarsari, Feby Kristifany dan Anita Setyorini untuk mengolah limbah kulit pisang menjadi yoghurt.
''Kami memilih kulit pisang untuk dijadikan yoghurt karena selama ini kulit pisang hanya menjadi limbah dari pedagang gorengan dan dianggap sebagai sampah yang tidak ada manfaatnya, tetapi ternyata dapat berubah menjadi komoditas usaha yang menjanjikan,'' kata Ratna Wirawati.
Manna Wassalwa menambahkan bahwa kulit pisang mengandung karbohidrat sebesar 18,50%, vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, lemak, pektin dan air sebanyak 68,90%. ''Rata-rata setiap 100 gram daging pisang mengandung 70 gram air, 1,2 gram protein, 0,3 gram lemak, 27 gram pati dan 0,5 gram serat.
''Pisang juga kaya akan potassium yang berguna untuk pertumbuhan, dan juga merupakan bahan yang baik untuk diet karena mengandung kolesterol, lemak serta garam yang rendah. Pisang juga mengandung vitamin C, vitamin B6, dan vitamin A,'' katanya
Cara pembuatannya, dijelaskan Feby Kristifany, pertama kali adonan yoghurt dibuat dengan takaran 1 liter cream pisang dicampur dengan 0,5 kg gula pasir lalu disterilkan atau dipasteurisasi dengan cara memanaskan adonan cream kulit pisang tersebut hingga suhu 73 derajat C selama 15 menit denga menggunakan panci, kompor dan thermometer. Langkah berikutnya, proses kulturisasi yaitu memasukkan bibit yoghurt dan susu bubuk putih.
Yang dimaksud dengan bibit yoghurt disini adalah yoghurt yang sudah jadi sebanyak 0.05 liter dan 0,25 gr susu bubuk putih ditambahkan ke dalam cream kulit pisang yang sudah dipasteurisasi tersebut. Cream kulit pisang yang sudah dikulturkan tersebut dihangatkah dalam suhu 45 derajat C selama 24 jam atau disebut proses inkubasi yang dilakukan dengan menggunakan kardus berventilasi, ditempeli dengan bohlam yang diatur sedemikian agar lampu bohlam tersebut mampu memberikan kehangatan kepada susu tersebut.
Kemudian cream kulit pisang diletakkan dalam kardus selama 24 jam, setelah itu yoghurt kulit pisang yang sudah jadi dimasukan ke dalam kulkas. Gagasan mahasiswa pendidikan IPA itu berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2011 bidang Kewirausahaan.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
narasi bebas,
oven roti,
proofer,
resep roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Rabu, 06 Maret 2013
Wow, Ada Kue dari Jengkol!
Fakta bahwa jengkol adalah makanan yang menghasilkan aroma yang luar biasa sudah tidak aneh lagi. Tapi fakta bahwa jengkol dijadikan bahan mentah yang bisa diolah menjadi kue mungkin terdengar aneh.
Tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi merek kue ternama di Bandung J&C Coockies. Mereka berani menggebrak pasar dengan 'Jengkies' Jengkol Coockies.
Jengkol asli? Pertanyaan itu pasti muncul di benak kita. J&C tidak main-main, mereka benar-benar membuat kue yang terbuat dari jengkol. Jengkies terbuat dari bahan baku jengkol asli yang dipadukan dengan ramuan kue kering khas citarasa J&C. Rasanya tak beda jauh dengan jengkol asli, namun aromanya tidak sekuat makanan yang terbuat dari jengkol lainnya.
"Ide awalnya dari Owner J&C, Pak Dedi. Dia senang makan jengkol. Kemana-mana suka bawa jengkol. Kadang-kadang malu, dari situ kepikiran untuk buat kue dari jengkol," jelas Corporate Secretary Lucky D Aria.
Dari rasa suka sang Owner itulah, mulai April 2011 lalu, Jengkies beredar di pasaran. Meski banyak yang sangsi dengan citarasa kue Jengkies ini, namun tak disangka kue ini cukup laku di pasaran, khususnya penggemar jengkol.
"Kita sudah membuat Jengkies sekitar 300 lusin, atau 3.600 toples. Kalau permintaan sih lebih dari itu," imbuh Lucky.
Diakui Lucky, penggemar Jengkies kebanyakan luar pulau Jawa. Sementara untuk konsumen di area pulau Jawa masih kurang. "Kebanyakan Sumatera. Bahkan orang Malaysia pada suka kue ini," terang Lucky.
Beberapa orang justru menikmati Jengkies ini dengan nasi putih seperti layaknya makan siang biasa. Anda juga tak perlu malu, Jengkies bisa dibawa kemana-mana karena hadir dalam kemasan toples hardtop dengan berat 325 gram.
Satu toplesnya dibanderol Rp 60.000. Jengkis ini cukup awet, bisa dikonsumsi hingga enam sampai delapan bulan.
Selain jengkol, J&C juga mempunyai kue unik lainnya seperti kue rujak, dan kue emping. Ke depan, Lucky mengatakan J&C akan terus berinovasi membuat kue-kue unik lainnya seperti kue durian dan kue pete.
Tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi merek kue ternama di Bandung J&C Coockies. Mereka berani menggebrak pasar dengan 'Jengkies' Jengkol Coockies.
Jengkol asli? Pertanyaan itu pasti muncul di benak kita. J&C tidak main-main, mereka benar-benar membuat kue yang terbuat dari jengkol. Jengkies terbuat dari bahan baku jengkol asli yang dipadukan dengan ramuan kue kering khas citarasa J&C. Rasanya tak beda jauh dengan jengkol asli, namun aromanya tidak sekuat makanan yang terbuat dari jengkol lainnya.
"Ide awalnya dari Owner J&C, Pak Dedi. Dia senang makan jengkol. Kemana-mana suka bawa jengkol. Kadang-kadang malu, dari situ kepikiran untuk buat kue dari jengkol," jelas Corporate Secretary Lucky D Aria.
Dari rasa suka sang Owner itulah, mulai April 2011 lalu, Jengkies beredar di pasaran. Meski banyak yang sangsi dengan citarasa kue Jengkies ini, namun tak disangka kue ini cukup laku di pasaran, khususnya penggemar jengkol.
"Kita sudah membuat Jengkies sekitar 300 lusin, atau 3.600 toples. Kalau permintaan sih lebih dari itu," imbuh Lucky.
Diakui Lucky, penggemar Jengkies kebanyakan luar pulau Jawa. Sementara untuk konsumen di area pulau Jawa masih kurang. "Kebanyakan Sumatera. Bahkan orang Malaysia pada suka kue ini," terang Lucky.
Beberapa orang justru menikmati Jengkies ini dengan nasi putih seperti layaknya makan siang biasa. Anda juga tak perlu malu, Jengkies bisa dibawa kemana-mana karena hadir dalam kemasan toples hardtop dengan berat 325 gram.
Satu toplesnya dibanderol Rp 60.000. Jengkis ini cukup awet, bisa dikonsumsi hingga enam sampai delapan bulan.
Selain jengkol, J&C juga mempunyai kue unik lainnya seperti kue rujak, dan kue emping. Ke depan, Lucky mengatakan J&C akan terus berinovasi membuat kue-kue unik lainnya seperti kue durian dan kue pete.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Sabtu, 02 Maret 2013
Pudding Daun Binahong; Lezat & Berkhasiat
Daun Binahong adalah tanaman obat yang berasal dari Daratan Tiongkok. Tanaman ini dikenal memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit, salah satunya adalah diabetes.
Dengan kandungan antioksidan, asam arkobat, total fenol, dan protein yang cukup tinggi, penggunaan tanaman yang bernama latin Anredera Cordifolia ini sudah menjadi tradisi dan bukan hal baru. Saat ini, produk olahan tanaman ini hanya tersedia dalam bentuk kapsul dengan harga yang relatif mahal.
Untuk menyiasati hal tersebut, empat mahasiswa dari Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) menciptakan inovasi baru agar para penderita diabet tetap dapat memperoleh khasiat daun Binahong.
Tim yang terdiri dari Endah Dani Puspitaningrum, Amri Handayani, Alvani Nuzul Marfu’ah, dan Ari Nurlitawati ini pun menciptakan produk olahan berbahan baku daun Binahong dalam bentuk puding yang diberi nama Deralia's Pudding.
"Pemberian nama Deralia's Pudding diambil dari singkatan nama ilmiah Daun Binahong. Sementara untuk rasa, tersedia dalam tiga varian, yakni original, melon, dan pandan," kata Amri. Demikian dilansir dari situs UNY.
Sementara, untuk membuat puding sehat bagi penderita diabet ini, tergolong cukup mudah. Bahan-bahan yang diperlukan, yakni satu kilogram (kg) daun Binahong, satu bungkus agar-agar bubuk, 1/2 kg madu, air, dan perasa makanan dengan rasa melon maupun pandan secukupnya.
"Pertama, daun Binahong dicucui bersih. Kemudian, campurkan dengan air. Remas-remas daun Binahong tersebut, lalu disaring," kata Alvani.
Langkah selanjutnya, sama seperti membuat agar-agar pada umumnya. "Daun Binahong yang sudah diperas dan disaring, campurkan dengan agar-agar bubuk dan madu dalam sebuah panci. Panaskan di atas kompor sambil diaduk-aduk hingga mendidih. Kemudian, tambahkan perasa secukupnya. Tuang adonan tersebut dalam cetakan, diamkan sebentar, dan masukkan ke dalam lemari pendingin," ujar menambahkan.
Dengan kandungan antioksidan, asam arkobat, total fenol, dan protein yang cukup tinggi, penggunaan tanaman yang bernama latin Anredera Cordifolia ini sudah menjadi tradisi dan bukan hal baru. Saat ini, produk olahan tanaman ini hanya tersedia dalam bentuk kapsul dengan harga yang relatif mahal.
Untuk menyiasati hal tersebut, empat mahasiswa dari Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) menciptakan inovasi baru agar para penderita diabet tetap dapat memperoleh khasiat daun Binahong.
Tim yang terdiri dari Endah Dani Puspitaningrum, Amri Handayani, Alvani Nuzul Marfu’ah, dan Ari Nurlitawati ini pun menciptakan produk olahan berbahan baku daun Binahong dalam bentuk puding yang diberi nama Deralia's Pudding.
"Pemberian nama Deralia's Pudding diambil dari singkatan nama ilmiah Daun Binahong. Sementara untuk rasa, tersedia dalam tiga varian, yakni original, melon, dan pandan," kata Amri. Demikian dilansir dari situs UNY.
Sementara, untuk membuat puding sehat bagi penderita diabet ini, tergolong cukup mudah. Bahan-bahan yang diperlukan, yakni satu kilogram (kg) daun Binahong, satu bungkus agar-agar bubuk, 1/2 kg madu, air, dan perasa makanan dengan rasa melon maupun pandan secukupnya.
"Pertama, daun Binahong dicucui bersih. Kemudian, campurkan dengan air. Remas-remas daun Binahong tersebut, lalu disaring," kata Alvani.
Langkah selanjutnya, sama seperti membuat agar-agar pada umumnya. "Daun Binahong yang sudah diperas dan disaring, campurkan dengan agar-agar bubuk dan madu dalam sebuah panci. Panaskan di atas kompor sambil diaduk-aduk hingga mendidih. Kemudian, tambahkan perasa secukupnya. Tuang adonan tersebut dalam cetakan, diamkan sebentar, dan masukkan ke dalam lemari pendingin," ujar menambahkan.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
Katalog Produk,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Selasa, 26 Februari 2013
Lezatnya Roti dari Tela Ungu
Sejauh ini orang mengenal tela ungu hanya sebatas untuk membuat keripik, atau makanan rebus biasa. Bahkan, banyak yang menganggap tela ungu adalah makanan kampung yang mulai tidak dilirik lagi.
Tapi, berbeda dengan Fitri Sundari pemilik toko kue Tsabita, yang awalnya hanya tertarik dengan segala sesuatu yang berwarna ungu.
“Saya ingin, bagaimana agar tela ungu ini diolah dimodifikasi sehingga kemudian diminati banyak orang,” kata Fitri, di lokasi usahanya di Jalan Semenromo 46, Ngruki, Cemani, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Berawal dari browsing internet, Fitri menemukan bahwa tela ungu memiliki banyak manfaat. Seperti, mengandung banyak antioksidan, dan warna ungu dalam tela tersebut juga ada manfaatnya.
Tawangmangu adalah salah satu daerah penghasil utama. Saat ini ia pun bisa memaksimalkan potensi tela ungu yang diproduksi petani. “Sebelumnya, kami pernah survei di Tawangmangu, pemanfaatan tela ungu itu maksimal hanya untuk keripik,” ujarnya seperti dikutip dari Solopos
Dengan berkali-kali melakukan percobaan, Tsabita pun akhirnya bisa memodifikasi tela ungu itu menjadi beragam bentuk kue dan roti. Hanya melalui proses dikukus, dihaluskan kemudian dibuat roti.
“Kami sudah mencoba sekitar 30 item cake tela ungu. Seperti, variasi cake, muffin, brownis, filling roti manis, hingga snack tradisional. Inovasi ini kami buat tanpa bahan pengawet. Sehingga, PR kami ke depan adalah bagaimana membuat hasil cake tadi terutama filling roti itu bisa lebih awet,” paparnya.
Tapi, berbeda dengan Fitri Sundari pemilik toko kue Tsabita, yang awalnya hanya tertarik dengan segala sesuatu yang berwarna ungu.
“Saya ingin, bagaimana agar tela ungu ini diolah dimodifikasi sehingga kemudian diminati banyak orang,” kata Fitri, di lokasi usahanya di Jalan Semenromo 46, Ngruki, Cemani, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Berawal dari browsing internet, Fitri menemukan bahwa tela ungu memiliki banyak manfaat. Seperti, mengandung banyak antioksidan, dan warna ungu dalam tela tersebut juga ada manfaatnya.
Tawangmangu adalah salah satu daerah penghasil utama. Saat ini ia pun bisa memaksimalkan potensi tela ungu yang diproduksi petani. “Sebelumnya, kami pernah survei di Tawangmangu, pemanfaatan tela ungu itu maksimal hanya untuk keripik,” ujarnya seperti dikutip dari Solopos
Dengan berkali-kali melakukan percobaan, Tsabita pun akhirnya bisa memodifikasi tela ungu itu menjadi beragam bentuk kue dan roti. Hanya melalui proses dikukus, dihaluskan kemudian dibuat roti.
“Kami sudah mencoba sekitar 30 item cake tela ungu. Seperti, variasi cake, muffin, brownis, filling roti manis, hingga snack tradisional. Inovasi ini kami buat tanpa bahan pengawet. Sehingga, PR kami ke depan adalah bagaimana membuat hasil cake tadi terutama filling roti itu bisa lebih awet,” paparnya.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
narasi bebas,
oven roti,
proofer,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Jumat, 22 Februari 2013
Membuat Ubi Jadi Berkelas
Mengonsumsi makanan tradisional berbahan baku seperti singkong, ubi jalar, pisang yang direbus dan digoreng tentu sudah biasa. Bagaimana jadinya jika panganan kampung itu diubah sebagai camilan berkelas?
Ya, di tangan Agustina Herlina, warga Jalan Nangka Raya 29, Lamper Kidul, Semarang, makanan tersebut diubah menjadi berkelas. Yaitu stik renyah ubi jalar, sirup dan abon yang dihasilkannya sejak tahun 2001.
’’Selama ini ubi jalar hanya dimasak menjadi kolak, digoreng atau direbus, sehingga tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kemudian saya mencoba untuk berinovasi menjadikan ubi sebagai camilan stik renyah dan sirup,’’ kata Agustina.
Agustina ingin menambah keanekaragaman makanan camilan di kota Semarang. Masyarakat Semarang, kata dia, tentu sangat mengenal ubi jalar. Popularitasnya sebagai panganan sejajar dengan singkong, pisang dan sejenisnya. Namun ubi jalar memiliki ciri khas sendiri, dapat pula dijadikan menjadi stik yang renyah dan gurih.
Stik menjadi salah satu produk yang paling diminati, utamanya anak-anak. Proses pembuatannya pun cukup rumit. Menurut ibu dari dua putra ini, ubi jalar yang sudah dipilih lalu dikupas dan dibersihkan. Yang perlu diingat, ubi jalar yang dipilih adalah ubi yang memiliki kualitas bagus dengan tekstur halus sehingga saat diolah lebih bagus dan mudah. Khusus untuk mencari ubi jalar berkualitas nomer satu itu, Agustina berburu hingga Ungaran dan sekitarnya.
“Di daerah Ungaran kan lahan pertanian masih luas sehingga di sana masih banyak lahan ubi jalar,” katanya.
Setelah dikuliti dan dibersihkan, ubi itu kemudian dipotong dengan menggunakan mesin yang dibelinya seharga Rp 15 juta. Proses pemotongan ini akan memisahkan mana ubi yang memiliki potongan bagus dan mana yang tidak. Yang bagus ini kemudian disortir dan dimasukan ke proses coating atau memberi lapisan pada ubi jalar. Lapisan yang digunakan biasanya tepung beras atau jagung. Hal ini dilakukan agar saat digoreng ubi jalar tidak rusak.
“Ubi jalar itu pengelolaannya tidak gampang butuh perhatian dan keseriusan, rusak sedikit, rasanya sudah lain,” terangnya.
Dalam satu minggu dibutuhkan sekitar 500 kilogram ubi jalar berkualitas bagus untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk 100 kilogram atau satu kwintal ubi jalar, bisa diolah menjadi 200 kemasan stik.
Setiap kemasan dengan berat masing-masing mulai 450 gram. Sedangkan minyak goreng yang dibutuhkan sekitar 5 liter tiap 100 kilogramnya. Untuk kemasan, dia menggunakan mesin pengemasan otomatis sehingga lebih kuat dan stiknya bisa lebih awet.
“Pengemasan merupakan salah satu proses yang penting dalam produksi, makanya saya pilih menggunakan mesin sealer otomatis yang bisa diatur hingga suhunya mencapai 150 derajat celsius. Selain itu plastik yang digunakan tidak sembarangan yakni menggunakan yang berbahan baku polyethylene yang tahan hingga suhunya 80 derajat celsius atau bau menyengat,’’ papar Agustina.
Berkat inovasi, ketekunan dan kerja kerasnya usahanya semakin sukses dan berkembang. Produksinya mulai merambah ke beberapa daerah. Selain sejumlah pasar tradisional, supermarket dan retail modern pun juga menampung hasil produksinya. ’’Saya berharap produk yang saya hasilkan bisa dikonsumsi masyarakat luas. Untuk meningkatkan usaha saya ini, ke depannya akan mencoba menggali ide untuk inovasi produk lagi,’’ terang dia.
Ya, di tangan Agustina Herlina, warga Jalan Nangka Raya 29, Lamper Kidul, Semarang, makanan tersebut diubah menjadi berkelas. Yaitu stik renyah ubi jalar, sirup dan abon yang dihasilkannya sejak tahun 2001.
’’Selama ini ubi jalar hanya dimasak menjadi kolak, digoreng atau direbus, sehingga tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kemudian saya mencoba untuk berinovasi menjadikan ubi sebagai camilan stik renyah dan sirup,’’ kata Agustina.
Agustina ingin menambah keanekaragaman makanan camilan di kota Semarang. Masyarakat Semarang, kata dia, tentu sangat mengenal ubi jalar. Popularitasnya sebagai panganan sejajar dengan singkong, pisang dan sejenisnya. Namun ubi jalar memiliki ciri khas sendiri, dapat pula dijadikan menjadi stik yang renyah dan gurih.
Stik menjadi salah satu produk yang paling diminati, utamanya anak-anak. Proses pembuatannya pun cukup rumit. Menurut ibu dari dua putra ini, ubi jalar yang sudah dipilih lalu dikupas dan dibersihkan. Yang perlu diingat, ubi jalar yang dipilih adalah ubi yang memiliki kualitas bagus dengan tekstur halus sehingga saat diolah lebih bagus dan mudah. Khusus untuk mencari ubi jalar berkualitas nomer satu itu, Agustina berburu hingga Ungaran dan sekitarnya.
“Di daerah Ungaran kan lahan pertanian masih luas sehingga di sana masih banyak lahan ubi jalar,” katanya.
Setelah dikuliti dan dibersihkan, ubi itu kemudian dipotong dengan menggunakan mesin yang dibelinya seharga Rp 15 juta. Proses pemotongan ini akan memisahkan mana ubi yang memiliki potongan bagus dan mana yang tidak. Yang bagus ini kemudian disortir dan dimasukan ke proses coating atau memberi lapisan pada ubi jalar. Lapisan yang digunakan biasanya tepung beras atau jagung. Hal ini dilakukan agar saat digoreng ubi jalar tidak rusak.
“Ubi jalar itu pengelolaannya tidak gampang butuh perhatian dan keseriusan, rusak sedikit, rasanya sudah lain,” terangnya.
Dalam satu minggu dibutuhkan sekitar 500 kilogram ubi jalar berkualitas bagus untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk 100 kilogram atau satu kwintal ubi jalar, bisa diolah menjadi 200 kemasan stik.
Setiap kemasan dengan berat masing-masing mulai 450 gram. Sedangkan minyak goreng yang dibutuhkan sekitar 5 liter tiap 100 kilogramnya. Untuk kemasan, dia menggunakan mesin pengemasan otomatis sehingga lebih kuat dan stiknya bisa lebih awet.
“Pengemasan merupakan salah satu proses yang penting dalam produksi, makanya saya pilih menggunakan mesin sealer otomatis yang bisa diatur hingga suhunya mencapai 150 derajat celsius. Selain itu plastik yang digunakan tidak sembarangan yakni menggunakan yang berbahan baku polyethylene yang tahan hingga suhunya 80 derajat celsius atau bau menyengat,’’ papar Agustina.
Berkat inovasi, ketekunan dan kerja kerasnya usahanya semakin sukses dan berkembang. Produksinya mulai merambah ke beberapa daerah. Selain sejumlah pasar tradisional, supermarket dan retail modern pun juga menampung hasil produksinya. ’’Saya berharap produk yang saya hasilkan bisa dikonsumsi masyarakat luas. Untuk meningkatkan usaha saya ini, ke depannya akan mencoba menggali ide untuk inovasi produk lagi,’’ terang dia.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Senin, 18 Februari 2013
Biskuit Lele: Olahan Kreatif Padat Gizi
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling mudah dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia. Ikan berpatil ini umumnya dikonsumsi dengan cara digoreng, dibakar atau diolah menjadi pecel lele yang populer di berbagai daerah. Namun, siapa sangka ikan lele juga bisa menjadi bahan baku pembuatan biskuit penambah gizi yang cita rasanya lezat?
Di pasaran sekarang ini jarang sekali ditemukan produk biskuit yang mengandung protein hewani terutama dari daging ikan. Tetapi beberapa ilmuwan dari dua perguruan tinggi di Indonesia mengembangkan jenis biskuit yang mengandung nutrisi tinggi. Penggagasnya adalah 3 orang akademisi, yaitu Prof. Clara M. Kusharto, M. Sc. dan Sri Anna Marliyanti dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan Annis Catur Adi dari Unair (Universitas Airlangga).
Diilhami oleh sebuah penelitian sejenis yang dilakukan di tahun 2004 di Ambon, ketiganya mencoba memodifikasi bahan baku biskuit. Di penelitian sebelumnya, bahan bakunya ialah ikan teri tetapi di penelitian ini menggunakan bahan baku yang lebih banyak tersedia di sekitar tempat pengembangannya, yaitu di Sukabumi. Karena ikan lele lebih mudah dikembangbiakkan dan diperoleh di daerah Sukabumi, bahan baku ikan teri pun diganti.
Mengenai cara pengolahan ikan lele hingga menjadi biskuit lele tersebut, dijelaskan oleh Risti, staf Prof. Clara, awalnya ikan lele dibuat menjadi fillet. Dipisahkan kulit, daging, duri, kepala dan isi perutnya. Sementara kulit disisihkan karena mengandung lemak tinggi dan akan membuat warna biskuit hitam jika dimasukkan. Kulit ini bisa diolah lebih lanjut menjadi kepingan atau chip yang bisa dikonsumsi. Namun, bagian utama yang dimanfaatkan adalah daging dan kepala ikan yang kemudian diolah secara terpisah menjadi tepung daging dan tepung kepala ikan lele.
Biskuit bergizi yang berbahan tepung ikan ini diklaim mengandung protein tinggi, asam amino dan asam lemak esensial, vitamin dan mineral bermanfaat untuk tubuh terutama anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Uniknya, dibandingkan produk-produk biskuit untuk balita yang ada di pasaran, kandungan protein yang dikandung biskuit lele ini sekitar 5 kali lipat lebih tinggi. Kandungan kalsium, meskipun belum terukur, bisa diperkirakan lebih tinggi karena bahan bakunya juga tepung kepala ikan lele.
Saat disinggung mengenai nilai gizi secara detil, Risti menjelaskan nilai kandungan gizi dalam biskuit: energi kulit (1 kali saji/ 50 g) sebanyak 240 kalori. Energi dari lemak 60 kalori. Lemak total 11 gram (22% AKG). Protein 10 gram (20% AKG). Karbohidrat 27 gram (9% AKG). Semuanya berdasarkan persen Angka Kecukupan Gizi untuk manusia dengan kebutuhan energi 2000 kalori.
Manfaat bagi kesehatan tubuh yang bisa didapatkan yaitu membantu pertumbuhan anak, menjaga kesehatan lansia, membantu proses penyembuhan. Selain itu, mengingat Indonesia adalah negara yang rawan bencana, biskuit ini juga bisa dikonsumsi sebagai pangan bergizi darurat yang mudah dibawa dalam perjalanan atau didistribusikan ke daerah-daerah bencana.
Di bulan Oktober ini direncanakan mulai dilakukan percobaan mesin. Selama ini biskuit lele ini diproduksi dalam industri rumahan di Bogor. Ingin mencoba mencicipi? Anda bisa mendapatkan 1 kemasan plastik biskuit lele ini seharga Rp 25.000 yang berisi 6 bungkus kecil untuk konsumsi per hari. Dan meskipun didesain untuk menjadi bahan pangan segala usia, biskuit ini bisa dikonsumsi oleh balita untuk merangsang pertumbuhan gigi mereka.
Di pasaran sekarang ini jarang sekali ditemukan produk biskuit yang mengandung protein hewani terutama dari daging ikan. Tetapi beberapa ilmuwan dari dua perguruan tinggi di Indonesia mengembangkan jenis biskuit yang mengandung nutrisi tinggi. Penggagasnya adalah 3 orang akademisi, yaitu Prof. Clara M. Kusharto, M. Sc. dan Sri Anna Marliyanti dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan Annis Catur Adi dari Unair (Universitas Airlangga).
Diilhami oleh sebuah penelitian sejenis yang dilakukan di tahun 2004 di Ambon, ketiganya mencoba memodifikasi bahan baku biskuit. Di penelitian sebelumnya, bahan bakunya ialah ikan teri tetapi di penelitian ini menggunakan bahan baku yang lebih banyak tersedia di sekitar tempat pengembangannya, yaitu di Sukabumi. Karena ikan lele lebih mudah dikembangbiakkan dan diperoleh di daerah Sukabumi, bahan baku ikan teri pun diganti.
Mengenai cara pengolahan ikan lele hingga menjadi biskuit lele tersebut, dijelaskan oleh Risti, staf Prof. Clara, awalnya ikan lele dibuat menjadi fillet. Dipisahkan kulit, daging, duri, kepala dan isi perutnya. Sementara kulit disisihkan karena mengandung lemak tinggi dan akan membuat warna biskuit hitam jika dimasukkan. Kulit ini bisa diolah lebih lanjut menjadi kepingan atau chip yang bisa dikonsumsi. Namun, bagian utama yang dimanfaatkan adalah daging dan kepala ikan yang kemudian diolah secara terpisah menjadi tepung daging dan tepung kepala ikan lele.
Biskuit bergizi yang berbahan tepung ikan ini diklaim mengandung protein tinggi, asam amino dan asam lemak esensial, vitamin dan mineral bermanfaat untuk tubuh terutama anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Uniknya, dibandingkan produk-produk biskuit untuk balita yang ada di pasaran, kandungan protein yang dikandung biskuit lele ini sekitar 5 kali lipat lebih tinggi. Kandungan kalsium, meskipun belum terukur, bisa diperkirakan lebih tinggi karena bahan bakunya juga tepung kepala ikan lele.
Saat disinggung mengenai nilai gizi secara detil, Risti menjelaskan nilai kandungan gizi dalam biskuit: energi kulit (1 kali saji/ 50 g) sebanyak 240 kalori. Energi dari lemak 60 kalori. Lemak total 11 gram (22% AKG). Protein 10 gram (20% AKG). Karbohidrat 27 gram (9% AKG). Semuanya berdasarkan persen Angka Kecukupan Gizi untuk manusia dengan kebutuhan energi 2000 kalori.
Manfaat bagi kesehatan tubuh yang bisa didapatkan yaitu membantu pertumbuhan anak, menjaga kesehatan lansia, membantu proses penyembuhan. Selain itu, mengingat Indonesia adalah negara yang rawan bencana, biskuit ini juga bisa dikonsumsi sebagai pangan bergizi darurat yang mudah dibawa dalam perjalanan atau didistribusikan ke daerah-daerah bencana.
Di bulan Oktober ini direncanakan mulai dilakukan percobaan mesin. Selama ini biskuit lele ini diproduksi dalam industri rumahan di Bogor. Ingin mencoba mencicipi? Anda bisa mendapatkan 1 kemasan plastik biskuit lele ini seharga Rp 25.000 yang berisi 6 bungkus kecil untuk konsumsi per hari. Dan meskipun didesain untuk menjadi bahan pangan segala usia, biskuit ini bisa dikonsumsi oleh balita untuk merangsang pertumbuhan gigi mereka.
Perlu diketahui pula bahwa biskuit lele ini adalah inovasi dalam bidang pangan yang terpilih sebagai satu di antara 103 inovasi yang diseleksi oleh Business Innovation Center Indonesia.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Katalog Produk,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Jumat, 15 Februari 2013
12 Prinsip Guerilla Marketing bagi Bisnis Rumahan
Perusahaan besar umumnya memiliki anggaran marketing yang besar dan staf yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Tak heran, mereka ini menghabiskan ratusan juta Rupiah untuk beriklan.
Namun, masalahnya tidak semua perusahaan seperti itu. Apalagi jika kita membahas tentang bisnis rumahan. Perbedaannya akan sangat besar, seperti bumi dan langit. Lalu,apa yang bisa Anda lakukan jika Anda seorang pebisnis rumahan? Apakah Anda harus menyerah karena terbatasnya anggaran untuk beriklan?
Untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar ini, pemilik bisnis rumahan tak perlu gentar. Pahamilah prinsip-prinsip guerilla marketing berikut ini.
1. Investasi terbesar Anda ialah waktu, energi, dan imajinasi, bukan uang.
2. Penting untuk memahami copywriting, sehingga Anda bisa memahami dan berkomunikasi langsung pada audiens sasaran dalam semua salinan penjualan Anda.
3. Penting untuk mengukur upaya marketing yang dilaksanakan berdasarkan laba, bukan volume penjualan.
4. Marketing yang sukses bersandar pada pengetahuan mengenai angka dan mengetahui kebiasaan audiens sasaran, bukan hanya menerka-nerka.
5.Fokus pada kualitas tinggi dalam produk dan jasa Anda. Saat Anda memutuskan memperluas jajaran produk Anda, pastikan apa yang Anda jual itu berhubungan erat dengan produk utama. Selalu berpikir mengutamakan kualitas tinggi dan hindari kualitas rendah yang menghancurkan reputasi.
6.Jangan menyerah untuk mendapatkan pelanggan baru, tetapi di saat yang sama juga carilah cara untuk merawat pelanggan setia dan transaksi yang lebih besar dari basis pelanggan yang ada.
7. Carilah peluang untuk bekerjasama dengan pihak lain untuk memajukan usaha, bahkan jika itu adalah pesaing Anda.
8.Temukan kombinasi strategi marketing yang menghasilkan hasil terbaik untuk Anda. Misalnya, bisa jadi itu gabungan antara penggunaan blog, artikel, dan jejaring sosial, serta kartu pos. Setiap bagian kanal marketing Anda akan membantu pekerjaan lain.
9. Fokus pada terbangunnya hubungan baru dalam berbisnis. Hubungan yang baik dapat menggiring kita ke naiknya angka penjualan di masa depan.
10.Teknologi adalah teman Anda. Jangan menyia-nyiakannya. Perkembangan terbaru dalam teknologi memberikan peluang untuk memaksimalkan marketing bisnis rumahan Anda setiap harinya.
11. Terdapat banyak alat yang tersedia yang akan mebantu meningkatkan keuntungan. Banyak yang gratis.
12.Jaga agar tetap sederhana. Jangan mempersulit dan membuat menjadi lebih kompleks. Ini akan mempermudah Anda mengendalikan bisnis.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Selasa, 12 Februari 2013
Populerkan Merek dengan Waralaba
Siapa tak kenal sistem waralaba alias franchise sekarang ini? Waralaba bisa didefinisikan sebagai sebuah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Kadang pebisnis merasa putus asa saat menghadapi berbagai kendala dalam memasarkan merek yang ia miliki. Nah, jika Anda juga menghadapi problem serupa (merek tak kunjung dikenal orang). Jangan khawatir, mungkin sistem waralaba adalah jawaban yang Anda tunggu selama ini. Lalu seberapa menguntungkannya jika kita membuat sebuah waralaba dengan merek yang kita miliki?
Menurut Peni R. Pramono, konsultan keuangan dan pelatih kewirausahaan, kemitraan bisa dibangun untuk membuat lebih banyak orang menyadari kehadiran merek Anda di pasar (meningkatkan brand awaraness). Selain itu, risiko yang kita tanggung sendirian pada awalnya bisa dibagi-bagikan kepada mitra. Kemitraan membuat merek kita bisa menjangkau lebih banyak pasar dan dengan sendirinya membuat lebih banyak orang mengenal dan menggunakannya.
Lalu untuk membangun kemitraan atau partnership, kita juga perlu banyak persiapan. Sebuah poin penting yang patut diingat sebelum mengembangkan merek menjadi sebuah sistem waralaba ialah bahwa bisnis waralaba intinya adalah menduplikasi atau mereproduksi apa yang sudah ada. Pewaralaba (franchisor) perlu cermat dalam memilih hal-hal yang bisa dibagikan kepada para terwaralaba (franchisee) karena jika kurang cermat, hal-hal yang seharusnya tetap menjadi ‘resep rahasia dapur’ menjadi terbuka ke banyak orang.
Bagi pemilik merek/ usaha yang ingin berfokus pada pemantapan kualitas produk dan merek yang ia jual, menyewa jasa seorang konsultan dan agensi merupakan solusi terpraktis untuk membangun sistem waralaba bagi merek Anda. Mereka inilah yang akan melaksanakan riset pemetaan untuk Standard Operational Procedure (SOP) yang akan dibagikan kepada para terwaralaba. Agensi juga bisa memberikan bantuan dalam menemukan mitra yang setara.
Kadang pebisnis merasa putus asa saat menghadapi berbagai kendala dalam memasarkan merek yang ia miliki. Nah, jika Anda juga menghadapi problem serupa (merek tak kunjung dikenal orang). Jangan khawatir, mungkin sistem waralaba adalah jawaban yang Anda tunggu selama ini. Lalu seberapa menguntungkannya jika kita membuat sebuah waralaba dengan merek yang kita miliki?
Menurut Peni R. Pramono, konsultan keuangan dan pelatih kewirausahaan, kemitraan bisa dibangun untuk membuat lebih banyak orang menyadari kehadiran merek Anda di pasar (meningkatkan brand awaraness). Selain itu, risiko yang kita tanggung sendirian pada awalnya bisa dibagi-bagikan kepada mitra. Kemitraan membuat merek kita bisa menjangkau lebih banyak pasar dan dengan sendirinya membuat lebih banyak orang mengenal dan menggunakannya.
Lalu untuk membangun kemitraan atau partnership, kita juga perlu banyak persiapan. Sebuah poin penting yang patut diingat sebelum mengembangkan merek menjadi sebuah sistem waralaba ialah bahwa bisnis waralaba intinya adalah menduplikasi atau mereproduksi apa yang sudah ada. Pewaralaba (franchisor) perlu cermat dalam memilih hal-hal yang bisa dibagikan kepada para terwaralaba (franchisee) karena jika kurang cermat, hal-hal yang seharusnya tetap menjadi ‘resep rahasia dapur’ menjadi terbuka ke banyak orang.
Bagi pemilik merek/ usaha yang ingin berfokus pada pemantapan kualitas produk dan merek yang ia jual, menyewa jasa seorang konsultan dan agensi merupakan solusi terpraktis untuk membangun sistem waralaba bagi merek Anda. Mereka inilah yang akan melaksanakan riset pemetaan untuk Standard Operational Procedure (SOP) yang akan dibagikan kepada para terwaralaba. Agensi juga bisa memberikan bantuan dalam menemukan mitra yang setara.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Jumat, 08 Februari 2013
Sunarto, Jatuh Bangun Kelola Sate Tegal "Laka-Laka"
Memilih pensiun dini sebagai wartawan, Sunarto banting setir menekuni bisnis kuliner dengan mendirikan warung sate tegal sejak tahun 2003. Padahal karier lulusan Universitas Diponegoro, Semarang ini sebenarnya tengah di moncer-moncernya di surat kabar nasional di Ibu Kota.
"Saya tertarik bisnis kuliner antara lain didorong saat sering liputan dan menangani rubrik tentang kuliner," ujar Narto, panggilan rekan-rekannya saat masih di media. Saat memulai, dia mengaku dapat pinjaman modal dari saudaranya.
Namun, jalan yang dilalui ayah dari Raidha ini cukup terjal dan berliku. Saat mulai membuka warung dia langsung dihadang masalah. tanah yang dia beli untuk mendirikan warung di daerah Cibinong ternyata jalur hijau. Sehingga baru sekitar enam bulan bangunan permanen dua tingkat didirikan dan warung dibuka terkena penggusuran.
Dia, istri dan anak semata wayang menyaksikan langsung penggusuran bangunan yang menghabiskan puluhan juta saat dibangun itu. Dia mengaku salah dan tertipu saat membeli tanah. Namun Narto justru mendapat jalan di tengah penggusuran itu. "Habis penggusuran saya malah ditawari petugas Trantib untuk mendirikan tenda di depan Kantor Pemkab Bogor di Cibinong," ujar Narto.
Tawaran itu langsung ditangkap. Dia mendirikan warung tenda dengan menu bebek goreng yang dinamakan "Bego". Selain tentu saja menu sate kambing. Perlahan tapi pasti warungnya banyak pembelinya. Hanya berselang dua bulan dia membuka satu cabang masih tak jauh dari lokasi yang pertama. Tak lama kemudian satu warung tenda dibuka lagi. Sehingga dalam waktu setahun setelah tergusur dia bisa mendirikan tiga warung tenda.
Merasa terlanjur "basah" di bisnis kuliner, Narto mengaku semakin menekuni kegiatannya itu. Apalagi ada 20 karyawan yang bekerja pada dia. Untuk itu tak jarang, sehabis menutup warung tenda ditengah malam, dia lanjutkan belanja sayuran ke pasar hingga subuh. Usaha-usaha pengembangan tak henti dilakukan. "Terpenting adalah mencari lokasi yang tepat," ujarnya.
Setelah berkali-kali tak berhasil, akhirnya dia mendapatkan lahan sewa di pinggir jalan baru Bogor-Parung. Di tempat yang kini semakin ramai setelah dibukanya jalan tol luar Bogor itu Narto menyewa lahan seluas 200 meter persegi selama 10 tahun untuk dirikan warung sate "Laka-laka" tahun 2010. Berarti dia butuh waktu tujuh tahun untuk bisa bangkit mendirikan warung lagi.
Pilihan Narto tidak salah. Warung yang didirikan di atas lahan sewa itu banyak dikunjungi pembeli. Menunya pun bervariasi. Selain menu utama sate kambing, dia juga menjual bebek goreng, ayam goreng, sop sapi, sate ayam, sop kambing. Selain berbagai minuman. Ia pun mengajak keluarga pemilik lahan itu untuk menjual es kelapa muda. Dia menyebut rata-rata untuk kambing dia bisa menghabiskan lima ekor.
Bulan Juni 2012, dia kembali membuka cabang sate "Laka-laka" di Kota Bogor. Di kawasan kuliner itu, dia mengaku menginvestasikan dana sekitar Rp 750 juta untuk sewa lahan dan mendirikan restoran. Kini dia lebih fokus mengelola dua restonya. Tiga warung tenda sudah ditutup. "Anak-anak (karyawan-red) pada ogah disuruh kerja di warung tenda mas. Jadi saat saya gilir ke sini pada tidak mau lagi ke warung tenda," ujarnya.
Sekarang Narto semakin menata pengelolaan usahanya. Dari sekitar 40 karyawan yang bergabung di bagi dalam dua bagian yaitu bagian produksi dan bagian pelayanan. Sedang untuk yang bertugas pada kasir, dalam sehari tiga kali melaporkan ke dia.
"Saya tertarik bisnis kuliner antara lain didorong saat sering liputan dan menangani rubrik tentang kuliner," ujar Narto, panggilan rekan-rekannya saat masih di media. Saat memulai, dia mengaku dapat pinjaman modal dari saudaranya.
Namun, jalan yang dilalui ayah dari Raidha ini cukup terjal dan berliku. Saat mulai membuka warung dia langsung dihadang masalah. tanah yang dia beli untuk mendirikan warung di daerah Cibinong ternyata jalur hijau. Sehingga baru sekitar enam bulan bangunan permanen dua tingkat didirikan dan warung dibuka terkena penggusuran.
Dia, istri dan anak semata wayang menyaksikan langsung penggusuran bangunan yang menghabiskan puluhan juta saat dibangun itu. Dia mengaku salah dan tertipu saat membeli tanah. Namun Narto justru mendapat jalan di tengah penggusuran itu. "Habis penggusuran saya malah ditawari petugas Trantib untuk mendirikan tenda di depan Kantor Pemkab Bogor di Cibinong," ujar Narto.
Tawaran itu langsung ditangkap. Dia mendirikan warung tenda dengan menu bebek goreng yang dinamakan "Bego". Selain tentu saja menu sate kambing. Perlahan tapi pasti warungnya banyak pembelinya. Hanya berselang dua bulan dia membuka satu cabang masih tak jauh dari lokasi yang pertama. Tak lama kemudian satu warung tenda dibuka lagi. Sehingga dalam waktu setahun setelah tergusur dia bisa mendirikan tiga warung tenda.
Merasa terlanjur "basah" di bisnis kuliner, Narto mengaku semakin menekuni kegiatannya itu. Apalagi ada 20 karyawan yang bekerja pada dia. Untuk itu tak jarang, sehabis menutup warung tenda ditengah malam, dia lanjutkan belanja sayuran ke pasar hingga subuh. Usaha-usaha pengembangan tak henti dilakukan. "Terpenting adalah mencari lokasi yang tepat," ujarnya.
Setelah berkali-kali tak berhasil, akhirnya dia mendapatkan lahan sewa di pinggir jalan baru Bogor-Parung. Di tempat yang kini semakin ramai setelah dibukanya jalan tol luar Bogor itu Narto menyewa lahan seluas 200 meter persegi selama 10 tahun untuk dirikan warung sate "Laka-laka" tahun 2010. Berarti dia butuh waktu tujuh tahun untuk bisa bangkit mendirikan warung lagi.
Pilihan Narto tidak salah. Warung yang didirikan di atas lahan sewa itu banyak dikunjungi pembeli. Menunya pun bervariasi. Selain menu utama sate kambing, dia juga menjual bebek goreng, ayam goreng, sop sapi, sate ayam, sop kambing. Selain berbagai minuman. Ia pun mengajak keluarga pemilik lahan itu untuk menjual es kelapa muda. Dia menyebut rata-rata untuk kambing dia bisa menghabiskan lima ekor.
Bulan Juni 2012, dia kembali membuka cabang sate "Laka-laka" di Kota Bogor. Di kawasan kuliner itu, dia mengaku menginvestasikan dana sekitar Rp 750 juta untuk sewa lahan dan mendirikan restoran. Kini dia lebih fokus mengelola dua restonya. Tiga warung tenda sudah ditutup. "Anak-anak (karyawan-red) pada ogah disuruh kerja di warung tenda mas. Jadi saat saya gilir ke sini pada tidak mau lagi ke warung tenda," ujarnya.
Sekarang Narto semakin menata pengelolaan usahanya. Dari sekitar 40 karyawan yang bergabung di bagi dalam dua bagian yaitu bagian produksi dan bagian pelayanan. Sedang untuk yang bertugas pada kasir, dalam sehari tiga kali melaporkan ke dia.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Senin, 04 Februari 2013
Fathurahman, Mendulang Untung dari Bisnis Kuliner Terapung
Menikmati santap malam sambil menyusuri Sungai Kapuas menjadi incaran turis asal Malaysia dan Brunei. Inilah yang menjadi ladang bisnis Fathurahman, pemilik kafe Banjar Serasan di Kota Pontianak.
"Bisa dibilang 40 persen tamu kafe ini adalah turis dari Malaysia dan Brunei. Sisanya berasal dari dalam negeri dan beberapa turis asing asal negara lain," ujar Fathurahman.
Diakui Fathur, dia memang menjalin kerjasama hampir dengan semua travel agent yang ada di Pontianak.
Makan sambil berpesiar dengan kapal Banjar Serasan sudah menjadi bagian dari city tour yang dikemas biro perjalanan di Pontianak. Tak hanya disuguhi menu khas seperti ayam api serasan, tumis pukis maupun asam pedas ikan serangin yang bercita rasa khas Melayu dengan beragam bumbu, para tamu juga mendapat suguhan panorama yang eksotik.
Saat sore menjelang petang saat matahari menuju peraduan, panorama sunset terlihat sangat menakjubkan. Semburat warna jingga di langit biru serta kecipak ombak kecil dengan balutan angin sepoi-sepoi menjadi daya tarik bagi tamu. Sedang saat malam menjemput siang pemandangan lampu-lampu di kota membuat suasana romantis di dalam perahu.
Fathurahman memberikan pilihan dua trip bagi para tamunya. Jika siang hari kapal Banjar Serasan akan berangkat dari Serasan menuju Alun Kapuas hingga Tugu Khatulistiwa dan kembali lagi dengan durasi sekitar 1,5 jam. Sedang saat malam dari Serasan sampai Alun Kapus kembali ke Serasan butuh waktu sekitar 40 menit. "Namun jika hujan dan berangin saya tidak izinkan kapal berjalan mengangkut tamu," papar dia.
Dia mematok tarif sebesar Rp 400 ribu sekali trip. Saat ini kapal yang dia miliki bisa menampung 25 orang. Namun dia sudah menyiapkan satu kapal lagi yang mampu menampung 60 orang. Fathur memang membuat sendiri kapal-kapal yang dijadikan kafe. Jika pada kapal yang pertama menggunakan mesin Isuzu Panther. Sedang, pada kapal kedua dia pasang mesin Mitsubhisi PS 120.
Saat mengawali usaha tahun 2001, Fathur hanya menggunakan keramba terapung dengan tenda-tenda dari sponsor. Para pembeli lesehan di atas keramba. Kafe perahu mulai dirintis 2006. Itu setelah dia membangun kafe permanen di tepi sungai Kapuas tepatnya di dekat dermaga Serasan.
"Masakan tidak dibuat di kapal namun di dapur resto permanen. Jadi setelah menu yang dipesan para tamu disajikan, baru kapal berlayar," ujar Fathur. Pada setiap trip ada dua pelayan, juru kemudi dan seorang ABK. Namun, menurut Fathur, jumlah petugas disesuaikan dengan jumlah tamu terutama untuk memberikan pelayanan yang baik kepada para tamu.
Saat ini kafe yang memberikan layanan berlayar menyusuri Kapuas memang baru yang dikelola Fathur. Untuk itu dia optimistus usahanya masih akan berkembang. "Saya optimis dengan wisata kuliner sambil berlayar ini," ujar Fathur. Hanya saja dia berharap dukungan infrastuktur berupa dermaga dari Pemerintah Kota. Terutama agar turis bisa turun mengunjungi Tugu Khatulistiwa.
"Bisa dibilang 40 persen tamu kafe ini adalah turis dari Malaysia dan Brunei. Sisanya berasal dari dalam negeri dan beberapa turis asing asal negara lain," ujar Fathurahman.
Diakui Fathur, dia memang menjalin kerjasama hampir dengan semua travel agent yang ada di Pontianak.
Makan sambil berpesiar dengan kapal Banjar Serasan sudah menjadi bagian dari city tour yang dikemas biro perjalanan di Pontianak. Tak hanya disuguhi menu khas seperti ayam api serasan, tumis pukis maupun asam pedas ikan serangin yang bercita rasa khas Melayu dengan beragam bumbu, para tamu juga mendapat suguhan panorama yang eksotik.
Saat sore menjelang petang saat matahari menuju peraduan, panorama sunset terlihat sangat menakjubkan. Semburat warna jingga di langit biru serta kecipak ombak kecil dengan balutan angin sepoi-sepoi menjadi daya tarik bagi tamu. Sedang saat malam menjemput siang pemandangan lampu-lampu di kota membuat suasana romantis di dalam perahu.
Fathurahman memberikan pilihan dua trip bagi para tamunya. Jika siang hari kapal Banjar Serasan akan berangkat dari Serasan menuju Alun Kapuas hingga Tugu Khatulistiwa dan kembali lagi dengan durasi sekitar 1,5 jam. Sedang saat malam dari Serasan sampai Alun Kapus kembali ke Serasan butuh waktu sekitar 40 menit. "Namun jika hujan dan berangin saya tidak izinkan kapal berjalan mengangkut tamu," papar dia.
Dia mematok tarif sebesar Rp 400 ribu sekali trip. Saat ini kapal yang dia miliki bisa menampung 25 orang. Namun dia sudah menyiapkan satu kapal lagi yang mampu menampung 60 orang. Fathur memang membuat sendiri kapal-kapal yang dijadikan kafe. Jika pada kapal yang pertama menggunakan mesin Isuzu Panther. Sedang, pada kapal kedua dia pasang mesin Mitsubhisi PS 120.
Saat mengawali usaha tahun 2001, Fathur hanya menggunakan keramba terapung dengan tenda-tenda dari sponsor. Para pembeli lesehan di atas keramba. Kafe perahu mulai dirintis 2006. Itu setelah dia membangun kafe permanen di tepi sungai Kapuas tepatnya di dekat dermaga Serasan.
"Masakan tidak dibuat di kapal namun di dapur resto permanen. Jadi setelah menu yang dipesan para tamu disajikan, baru kapal berlayar," ujar Fathur. Pada setiap trip ada dua pelayan, juru kemudi dan seorang ABK. Namun, menurut Fathur, jumlah petugas disesuaikan dengan jumlah tamu terutama untuk memberikan pelayanan yang baik kepada para tamu.
Saat ini kafe yang memberikan layanan berlayar menyusuri Kapuas memang baru yang dikelola Fathur. Untuk itu dia optimistus usahanya masih akan berkembang. "Saya optimis dengan wisata kuliner sambil berlayar ini," ujar Fathur. Hanya saja dia berharap dukungan infrastuktur berupa dermaga dari Pemerintah Kota. Terutama agar turis bisa turun mengunjungi Tugu Khatulistiwa.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info baking demo,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Selasa, 29 Januari 2013
Fatoni, Menggurita dengan Jamur Kriuk
Pernah melihat gerobak kecil mengkal di suatu sudut dengan tulisan Jamur Kriuk? Cukup dengan Rp 5000 saja Anda sudah dapat sekantung jamur kriuk Jakri, dengan aneka pilihan rasa. Sepintas tampilan cemilan yang digemari ABG ini mirip dengan ayam goreng tepung alias fried chicken. Bukan, jamur kriuk ini terbuat dari jamur merang yang digoreng garing dengan tepung, lalu diberi tambahan rasa sesuai selera. Gerobak itu tidak hanya satu, melainkan lebih dari 200-an tersebar di seantero Indonesia. Mereka adalah bisnis waralaba yang dirintis oleh Fatoni, dari Purwokerto, Jawa Tengah. Pria yang akrab disapa Toni ini memulai semuanya dengan modal Rp 3 juta saja, dan siapa nyana dalam tempo 2,5 tahun ia sukses meraih 205 mitra. Usaha yang berbendera CV Manggala Karya Abadi ini meraih profit dari royalty fee, serta penjualan bahan baku.
Ide membuat snack jamur kriuk datang dari istri, Lita Desita, yang mencoba meramu gorengan jamur. Ternyata rasanya renyah, kriuk, dan gurih. Terbersit untuk berjualan sendiri dengan gerobak. Naik turun penjualan tak membuat alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu gentar. Setelah dagangan snack ini cukup laris manis, ia mulai berpikir untuk mewaralabakannya. Dengan gigih ia mengetuk hati para investor. Berkat perjuangan yang cukup keras, dalam 2,5 tahun Toni berhasil mendapatkan 205 waralaba, di mana 28 adalah pemilik master franchise.
Wow, luar biasa bukan? Tak mudah menyerah, pada pertengahan 2011 silam ia membuka waralaba baru, Pasta Jakri, yakni pasta yang dikombinasikan dengan ragam jamur kriuk hasil kreativitasnya. Kendati belum berhasil membuka waralaba, Pasta Jakri sudah dapat mengeruk omzet Rp. 1,5 juta sehari. Toni mengaku terus memikirkan inovasi lain untuk usahanya yang berbasis bahan jamur merang ini.
Berminat menjadi waralaba Jamur Kriuk milik Toni? Untuk pemegang waralaba atau franchise bisa merogoh kocek Rp 6,8 juta untuk investasi. Sementara untuk master franchise harus menyiapkan modal setidaknya Rp 30 juta. Semuanya mendapatkan fasilias training pengolahan jamur kriuk, agar sesuai dengan standar. Training ini diadakan sampai si karyawan yang dikirim oleh mitra bisa membuat jamur kriuk sesuai harapan, yakni yang lezat, renyah, dan gurih.
Jika cukup aktif berpromosi, didukung lokasi penjualan yang strategis, 1 gerai gerobak Jamur Kriuk dapat mendulang omzet Rp 300.00-500.000 per hari. “Dengan bisnis franchise kami dapat membantu orang lain, membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi yang ingin usaha tapi belum memiliki ide bisnis,” ujar Toni dalam blognya yang memang dikhususkan untuk mempromosikan bisnisnya.
Agaknya harapan Toni membantu orang lain tidak berlebihan, sebab terbukti gerobak Jamur Kriuk-nya sudah tersebar di Jakarta, Depok, Yogya, Bandung, Semarang, Bogor, Serang, Banten, Tangerang, bahkan Pekanbaru.
Ide membuat snack jamur kriuk datang dari istri, Lita Desita, yang mencoba meramu gorengan jamur. Ternyata rasanya renyah, kriuk, dan gurih. Terbersit untuk berjualan sendiri dengan gerobak. Naik turun penjualan tak membuat alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu gentar. Setelah dagangan snack ini cukup laris manis, ia mulai berpikir untuk mewaralabakannya. Dengan gigih ia mengetuk hati para investor. Berkat perjuangan yang cukup keras, dalam 2,5 tahun Toni berhasil mendapatkan 205 waralaba, di mana 28 adalah pemilik master franchise.
Wow, luar biasa bukan? Tak mudah menyerah, pada pertengahan 2011 silam ia membuka waralaba baru, Pasta Jakri, yakni pasta yang dikombinasikan dengan ragam jamur kriuk hasil kreativitasnya. Kendati belum berhasil membuka waralaba, Pasta Jakri sudah dapat mengeruk omzet Rp. 1,5 juta sehari. Toni mengaku terus memikirkan inovasi lain untuk usahanya yang berbasis bahan jamur merang ini.
Berminat menjadi waralaba Jamur Kriuk milik Toni? Untuk pemegang waralaba atau franchise bisa merogoh kocek Rp 6,8 juta untuk investasi. Sementara untuk master franchise harus menyiapkan modal setidaknya Rp 30 juta. Semuanya mendapatkan fasilias training pengolahan jamur kriuk, agar sesuai dengan standar. Training ini diadakan sampai si karyawan yang dikirim oleh mitra bisa membuat jamur kriuk sesuai harapan, yakni yang lezat, renyah, dan gurih.
Jika cukup aktif berpromosi, didukung lokasi penjualan yang strategis, 1 gerai gerobak Jamur Kriuk dapat mendulang omzet Rp 300.00-500.000 per hari. “Dengan bisnis franchise kami dapat membantu orang lain, membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi yang ingin usaha tapi belum memiliki ide bisnis,” ujar Toni dalam blognya yang memang dikhususkan untuk mempromosikan bisnisnya.
Agaknya harapan Toni membantu orang lain tidak berlebihan, sebab terbukti gerobak Jamur Kriuk-nya sudah tersebar di Jakarta, Depok, Yogya, Bandung, Semarang, Bogor, Serang, Banten, Tangerang, bahkan Pekanbaru.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
toko roti,
usaha roti
Jumat, 25 Januari 2013
Riyadh Ramadhan, Jutawan Muda Berkat Bisnis Gorengan
Kendati usianya masih muda, Riyadh Ramadhan sudah berani memulai usaha. Di usia 19 tahun, ia sudah memiliki bisnis gorengan di Surabaya dengan omzet ratusan juta per bulan. Bisnis ini dirintisnya tahun 2009, saat ia masih berusia 16 tahun.
Saat itu, ia baru duduk di kelas satu sekolah menengah atas (SMA). Lantaran usianya yang masih belia, ia pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur Termuda 2010 versi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Riyadh memulai bisnis secara autodidak. Semua berawal dari kegemarannya memasak. Suatu ketika, naluri bisnisnya bangkit setelah melihat peluang usaha gorengan. "Saya melihat di Surabaya banyak penjual gorengan, lalu saya berpikir untuk membikin sendiri," kata Riyadh.
Keinginan untuk berbisnis itu kemudian diutarakannya kepada kedua orangtuanya. Walau masih muda, orangtua Riyadh menyambut baik keinginan anaknya itu untuk berbisnis. Kebetulan, orangtua Riyadh memang memiliki jiwa bisnis.
Mereka berprofesi sebagai wiraswasta. Namun, usaha yang mereka kelola bukan bergerak di bidang makanan. "Mereka mengelola lembaga pendidikan," ujar Riyadh.
Tekad Riyadh Ramadhan untuk memiliki bisnis di usia muda sangat kuat. Karena tekad yang kuat itu, ia pun tak risih meski harus harus memulai usaha dari menjajakan gorengan di sekolahnya.
Riyadh memang mengawali kesuksesan bisnisnya sebagai penjual gorengan. Pertama menjadi penjual gorengan, dia membidik teman-teman sekelasnya sebagai konsumen.
Setiap jam istirahat sekolah, Riyadh tidak sungkan mengeluarkan dagangan yang ia bawa setiap hari dari rumah. Sebagai remaja yang baru duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), sebenarnya dia agak canggung dan malu berjualan di sekolahnya.
Apalagi, Riyadh juga sering menjadi bahan olok-olokan dari teman-teman sekolahnya. "Beberapa nada sumbang berupa ejekan sempat terdengar dari teman," kenangnya.
Bukannya berhenti, makin lama makin banyak teman yang mengejeknya sebagai penjual gorengan. Awalnya, ia sempat minder dan ingin mundur dari bisnisnya itu.
Namun, Riyadh tetap berpikir positif bahwa apa yang ia lakukan sudah tepat. Lagi pula, dia merasa tidak ada yang dirugikan dari bisnisnya itu.
Sementara bila mundur, keinginannya untuk memiliki usaha akan pupus. "Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman," ujarnya.
Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman
Atas dorongan orang tuanya, Riyadh berusaha membuang jauh-jauh semua perasaan sakit hati yang ia alami di sekolah. Namun, seiring berjalannya waktu, justru banyak temannya yang mulai menyukai gorengannya. Bahkan,teman-teman yang tidak sekelas dengannya juga ikutan meminati gorengan buatan Riyadh.
Lantaran pesanan gorengannya makin banyak, ia selalu berusaha bangun tidur lebih awal untuk mempersiapakan dagangannya. Riyadh selalu bangun tidur jam tiga dinihari setiap hari. Di pagi buta itu, dia menyiapkan semua bahan yang diperlukan, termasuk meracik sendiri tepung gorengannya. "Saya menjalani semuanya dengan semangat," katanya.
Selama setahun menjajakan gorengan di sekolah, ia pun mulai terpikir untuk mengembangkan usahanya. Hingga suatu saat Riyadh menemukan ide untuk membuka kafe di mal.
Lagi-lagi, orangtuanya mendukung penuh rencananya tersebut. Berbekal keuntungan usaha selama setahun serta sokongan dana dari orangtuanya, Riyadh pun mulai merintis pendirian kafe di salah satu mal di Surabaya.
Riyadh memberi nama kafe itu Go Crunz, yang sampai sekarang masih menjadi label usahanya. Di kafe itu ia menyediakan menu gorengan, seperti kentang, jamur, ayam, dan otak-otak ikan. Selain gorengan, ia juga menyediakan beragam pilihan minuman. Tak ingin mengecewakan orangtua yang sudah mendukungnya dan juga tanggung jawab terhadap diri sendiri karena uang tabungannya ludes untuk modal usaha, Riyadh pun total di bisnis ini.
Dengan label Go Crunz, ia menawarkan menu gorengan, seperti kentang, jamur, dan ayam, hingga otak-otak ikan. "Total ada sembilan menu gorengan," katanya.
Gorengan itu dibanderol Rp 6.000-Rp 9.000 per kotak. Setiap kotak berisi empat sampai lima gorengan. Ternyata, banyak yang menyukai gorengan buatan Riyadh. Lalu dia membuka dua gerai lagi dengan konsep booth.
Dari ketiga gerai itu, total omzet yang didapatnya mencapai Rp 120 juta per bulan, dengan laba sekitar 40 persen dari omzet. Lantaran respon pasar positif, sejak tahun 2010, Riyadh resmi menawarkan kemitraan usaha. Saat ini, jumlah gerainya sudah 12 gerai.Perinciannya, tiga milik sendiri dan sisanya milik mitra. Mitra usahanya itu tersebar di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi, Malang, hingga Balikpapan.
Dalam kemitraan ini, ia menawarkan dua paket investasi. Yakni, paket booth sebesar Rp 39 juta dan paket kafe Rp 110 juta. Berdasarkan pengalamannya, omzet paket booth ditargetkan Rp 500.000-Rp 700.000 per hari. Sementara paket kafe Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per hari.Dalam kemitraan ini, ia memasok bumbu dan kemasan kepada seluruh mitra bisnisnya.
Guna mengembangkan usahanya, ia kemudian menawarkan kemitraan pada Oktober 2010. Guna menjaring mitra, Riyadh rajin mengikuti pameran waralaba di daerahnya.Kerja kerasnya tidak sia-sia. Di bulan pertama menawarkan kemitraan, ia sukses menjaring tujuh mitra.
Sukses di usia muda mungkin menjadi impian banyak orang, begitupun Riyadh Ramadhan. Ia tak menyangka, bisnisnya akan tumbuh cepat. Toh begitu, tak mudah membangun bisnis di usia belia.
Riyadh mengaku banyak kendala yang ia hadapi. Misal, ia sempat kesulitan membuat sistem manajerial usaha yang baik. Alhasil, ia sering gonta-ganti karyawan lantaran kinerja pegawainya tak memuaskan. "Karena usia saya yang lebih muda, banyak karyawan yang tak menghormati saya sebagai pimpinan, sehingga kinerja mereka tak maksimal," terangnya.
Tak kehabisan akal, Riyadh pun rajin melahap buku mengenai manajemen dan kepemimpinan. Ia pun kerap mengikuti ajang entrepreneurship bagi anak muda seusianya.
Meski tak menyabet predikat sebagai juara, Riyadh tak berkecil hati. "Tujuan utamanya bukan juara, tapi lebih pada pembelajaran karakter dan jiwa kepemimpinan dari para pengusaha muda," ungkapnya.
Bukan sekadar memetik ilmu, dari ajang kompetisi itu Riyadh juga bisa membuka jaringan yang lebih luas. Dari situ, ia mulai belajar akan pentingnya manajerial usaha agar usaha makin berkembang. "Dalam usaha, pemasaran memang penting tapi belajar menjadi seorang pimpinan yang baik juga tak kalah penting," katanya.
Dari kompetisi tersebut, Riyadh mengaku pikirannya kian terbuka. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus ia benahi, terutama manajemen usaha. Hal utama yang langsung Riyadh lakukan adalah mengubah gaya kepemimpinannya.
Riyadh bilang, ia sekarang lebih tegas namun bukan berarti berubah jadi pribadi yang galak dan ditakuti karyawannya. Selain itu, ia mencoba menerapkan metode kekeluargaan dalam manajemen Go Crunz.
Dengan perubahan gaya kepemimpinan itu, sekarang manajemen usahanya jauh lebih solid. "Dalam beberapa bulan terakhir, tidak ada lagi gonta-ganti karyawan," jelasnya.
Bukan itu saja, menyadari bahwa ia adalah principal dari sebuah brand yang juga melibatkan orang lain, Riyadh menganggap semua mitra usahanya merupakan saudara dekatnya. Hal ini pula yang membuat dia cenderung lebih selektif memilih mitra usaha.
Salah satu patokannya memilih mitra adalah merasa klop saat pertama kali bertemu dengan calon mitra. "Jadi ada chemistry dalam berkomunikasi," ungkap mahasiswa jurusan Desain Manajemen IBMT International University ini.
Insting itulah yang akhirnya membuat Riyadh memiliki sembilan mitra. Dia mengklaim semuanya loyal dan memenuhi ekspektasi membesarkan franchise Go Crunz.
Kendati bisnisnya makin mengembang, tak membuat Riyadh cepat puas. Ia mengatakan, masih harus terus belajar agar usaha kian membesar. Ia pun menyimpan mimpi bahwa merek Go Crunz dalam beberapa tahun ke depan bisa go international seperti Kebab Baba Rafi milik Hendy Setiono. Ia menyebut Hendy sebagai mentor andal dan telah menginspirasi dirinya.
Saat itu, ia baru duduk di kelas satu sekolah menengah atas (SMA). Lantaran usianya yang masih belia, ia pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur Termuda 2010 versi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Riyadh memulai bisnis secara autodidak. Semua berawal dari kegemarannya memasak. Suatu ketika, naluri bisnisnya bangkit setelah melihat peluang usaha gorengan. "Saya melihat di Surabaya banyak penjual gorengan, lalu saya berpikir untuk membikin sendiri," kata Riyadh.
Keinginan untuk berbisnis itu kemudian diutarakannya kepada kedua orangtuanya. Walau masih muda, orangtua Riyadh menyambut baik keinginan anaknya itu untuk berbisnis. Kebetulan, orangtua Riyadh memang memiliki jiwa bisnis.
Mereka berprofesi sebagai wiraswasta. Namun, usaha yang mereka kelola bukan bergerak di bidang makanan. "Mereka mengelola lembaga pendidikan," ujar Riyadh.
Tekad Riyadh Ramadhan untuk memiliki bisnis di usia muda sangat kuat. Karena tekad yang kuat itu, ia pun tak risih meski harus harus memulai usaha dari menjajakan gorengan di sekolahnya.
Riyadh memang mengawali kesuksesan bisnisnya sebagai penjual gorengan. Pertama menjadi penjual gorengan, dia membidik teman-teman sekelasnya sebagai konsumen.
Setiap jam istirahat sekolah, Riyadh tidak sungkan mengeluarkan dagangan yang ia bawa setiap hari dari rumah. Sebagai remaja yang baru duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), sebenarnya dia agak canggung dan malu berjualan di sekolahnya.
Apalagi, Riyadh juga sering menjadi bahan olok-olokan dari teman-teman sekolahnya. "Beberapa nada sumbang berupa ejekan sempat terdengar dari teman," kenangnya.
Bukannya berhenti, makin lama makin banyak teman yang mengejeknya sebagai penjual gorengan. Awalnya, ia sempat minder dan ingin mundur dari bisnisnya itu.
Namun, Riyadh tetap berpikir positif bahwa apa yang ia lakukan sudah tepat. Lagi pula, dia merasa tidak ada yang dirugikan dari bisnisnya itu.
Sementara bila mundur, keinginannya untuk memiliki usaha akan pupus. "Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman," ujarnya.
Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman
Atas dorongan orang tuanya, Riyadh berusaha membuang jauh-jauh semua perasaan sakit hati yang ia alami di sekolah. Namun, seiring berjalannya waktu, justru banyak temannya yang mulai menyukai gorengannya. Bahkan,teman-teman yang tidak sekelas dengannya juga ikutan meminati gorengan buatan Riyadh.
Lantaran pesanan gorengannya makin banyak, ia selalu berusaha bangun tidur lebih awal untuk mempersiapakan dagangannya. Riyadh selalu bangun tidur jam tiga dinihari setiap hari. Di pagi buta itu, dia menyiapkan semua bahan yang diperlukan, termasuk meracik sendiri tepung gorengannya. "Saya menjalani semuanya dengan semangat," katanya.
Selama setahun menjajakan gorengan di sekolah, ia pun mulai terpikir untuk mengembangkan usahanya. Hingga suatu saat Riyadh menemukan ide untuk membuka kafe di mal.
Lagi-lagi, orangtuanya mendukung penuh rencananya tersebut. Berbekal keuntungan usaha selama setahun serta sokongan dana dari orangtuanya, Riyadh pun mulai merintis pendirian kafe di salah satu mal di Surabaya.
Riyadh memberi nama kafe itu Go Crunz, yang sampai sekarang masih menjadi label usahanya. Di kafe itu ia menyediakan menu gorengan, seperti kentang, jamur, ayam, dan otak-otak ikan. Selain gorengan, ia juga menyediakan beragam pilihan minuman. Tak ingin mengecewakan orangtua yang sudah mendukungnya dan juga tanggung jawab terhadap diri sendiri karena uang tabungannya ludes untuk modal usaha, Riyadh pun total di bisnis ini.
Dengan label Go Crunz, ia menawarkan menu gorengan, seperti kentang, jamur, dan ayam, hingga otak-otak ikan. "Total ada sembilan menu gorengan," katanya.
Gorengan itu dibanderol Rp 6.000-Rp 9.000 per kotak. Setiap kotak berisi empat sampai lima gorengan. Ternyata, banyak yang menyukai gorengan buatan Riyadh. Lalu dia membuka dua gerai lagi dengan konsep booth.
Dari ketiga gerai itu, total omzet yang didapatnya mencapai Rp 120 juta per bulan, dengan laba sekitar 40 persen dari omzet. Lantaran respon pasar positif, sejak tahun 2010, Riyadh resmi menawarkan kemitraan usaha. Saat ini, jumlah gerainya sudah 12 gerai.Perinciannya, tiga milik sendiri dan sisanya milik mitra. Mitra usahanya itu tersebar di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi, Malang, hingga Balikpapan.
Dalam kemitraan ini, ia menawarkan dua paket investasi. Yakni, paket booth sebesar Rp 39 juta dan paket kafe Rp 110 juta. Berdasarkan pengalamannya, omzet paket booth ditargetkan Rp 500.000-Rp 700.000 per hari. Sementara paket kafe Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per hari.Dalam kemitraan ini, ia memasok bumbu dan kemasan kepada seluruh mitra bisnisnya.
Guna mengembangkan usahanya, ia kemudian menawarkan kemitraan pada Oktober 2010. Guna menjaring mitra, Riyadh rajin mengikuti pameran waralaba di daerahnya.Kerja kerasnya tidak sia-sia. Di bulan pertama menawarkan kemitraan, ia sukses menjaring tujuh mitra.
Sukses di usia muda mungkin menjadi impian banyak orang, begitupun Riyadh Ramadhan. Ia tak menyangka, bisnisnya akan tumbuh cepat. Toh begitu, tak mudah membangun bisnis di usia belia.
Riyadh mengaku banyak kendala yang ia hadapi. Misal, ia sempat kesulitan membuat sistem manajerial usaha yang baik. Alhasil, ia sering gonta-ganti karyawan lantaran kinerja pegawainya tak memuaskan. "Karena usia saya yang lebih muda, banyak karyawan yang tak menghormati saya sebagai pimpinan, sehingga kinerja mereka tak maksimal," terangnya.
Tak kehabisan akal, Riyadh pun rajin melahap buku mengenai manajemen dan kepemimpinan. Ia pun kerap mengikuti ajang entrepreneurship bagi anak muda seusianya.
Meski tak menyabet predikat sebagai juara, Riyadh tak berkecil hati. "Tujuan utamanya bukan juara, tapi lebih pada pembelajaran karakter dan jiwa kepemimpinan dari para pengusaha muda," ungkapnya.
Bukan sekadar memetik ilmu, dari ajang kompetisi itu Riyadh juga bisa membuka jaringan yang lebih luas. Dari situ, ia mulai belajar akan pentingnya manajerial usaha agar usaha makin berkembang. "Dalam usaha, pemasaran memang penting tapi belajar menjadi seorang pimpinan yang baik juga tak kalah penting," katanya.
Dari kompetisi tersebut, Riyadh mengaku pikirannya kian terbuka. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus ia benahi, terutama manajemen usaha. Hal utama yang langsung Riyadh lakukan adalah mengubah gaya kepemimpinannya.
Riyadh bilang, ia sekarang lebih tegas namun bukan berarti berubah jadi pribadi yang galak dan ditakuti karyawannya. Selain itu, ia mencoba menerapkan metode kekeluargaan dalam manajemen Go Crunz.
Dengan perubahan gaya kepemimpinan itu, sekarang manajemen usahanya jauh lebih solid. "Dalam beberapa bulan terakhir, tidak ada lagi gonta-ganti karyawan," jelasnya.
Bukan itu saja, menyadari bahwa ia adalah principal dari sebuah brand yang juga melibatkan orang lain, Riyadh menganggap semua mitra usahanya merupakan saudara dekatnya. Hal ini pula yang membuat dia cenderung lebih selektif memilih mitra usaha.
Salah satu patokannya memilih mitra adalah merasa klop saat pertama kali bertemu dengan calon mitra. "Jadi ada chemistry dalam berkomunikasi," ungkap mahasiswa jurusan Desain Manajemen IBMT International University ini.
Insting itulah yang akhirnya membuat Riyadh memiliki sembilan mitra. Dia mengklaim semuanya loyal dan memenuhi ekspektasi membesarkan franchise Go Crunz.
Kendati bisnisnya makin mengembang, tak membuat Riyadh cepat puas. Ia mengatakan, masih harus terus belajar agar usaha kian membesar. Ia pun menyimpan mimpi bahwa merek Go Crunz dalam beberapa tahun ke depan bisa go international seperti Kebab Baba Rafi milik Hendy Setiono. Ia menyebut Hendy sebagai mentor andal dan telah menginspirasi dirinya.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Info baking demo,
Katalog Produk,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Selasa, 22 Januari 2013
Warles Sari Gunkid, Warung Lesehan Online Ala Buruh Migran Indonesia
Memulai sebuah bisnis tidak perlu harus bermodal banyak dan dilakukan saat memiliki banyak waktu. Di saat seseorang masih bekerja sebagai karyawan dan hanya memiliki modal dalam jumlah terbatas pun, sebuah bisnis sudah bisa dirintis. Asal ada tekad dan kemauan yang kuat untuk melakukannya. Inilah yang diperlihatkan oleh seorang buruh migran Indonesia di tanah asing.
Sebagai seorang lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sarjiyem yang kini bekerja di Victoria Hong Kong terpikir untuk bekerja di luar negeri sejak dulu. “Saya pikir kerja di luar gajinya lebih besar dibandingkan bekerja di dalam negeri,” ujar Sarjiyem yang lebih dikenal sebagai “Sari Gunkid” di jejaring sosial Facebook.
Ia memilih bekerja di luar negeri sebagai asisten rumah tangga karena ongkos pemberangkatannya lebih rendah dibandingkan biaya yang dibutuhkan untuk bekerja dalam sektor formal di sana.
“Di Hong Kong, pekerjaan formal diperuntukkan hanya bagi warga Hong Kong dan penduduk yang sudah memiliki identitas independen,” terangnya.
Selama menjadi asisten rumah tangga di negeri orang, Sarjiyem juga mengakui ada suka duka tersendiri. “Di sini enaknya bisa libur seminggu sekali dan ada juga labor holiday. Kami bebas berorganisasi,mengembangkan bakat, ketrampilan, pendidikan, dan sebagainya,” ia menjelaskan. Selain itu, gajinya lebih tinggi dibandingkan pekerja migran yang bekerja di Malaysia dan Singapura dan ia berkesempatan mempelajari cara hidup orang Hong Kong yang bersih, bisa antri dengan rapi, disiplin waktu, kerja keras, cepat. “ Selain bekerja juga bisa berwisata layaknya seorang turis,” imbuh wanita kelahiran Yogyakarta tersebut saat dihubungi CiputraEntrepreneurship.com.
Meski demikian, Sari mengakui ada beberapa hal yang kurang menyenangkan dalam kesehariannya sebagai pekerja asing di Hong Kong. “Potongan gaji di awal masa kerja lumayan besar,” keluhnya. Biasanya seorang buruh migran mengalami pemotongan gaji selama 5 hingga 7 bulan dengan nilai HK$3000 per bulan. “Padahal gaji untuk saat ini HK$3740,” ia menambahkan. Sebagai pekerja, ia juga kadang harus bekerja hampir 24 jam setiap hari.
Suatu saat ia mendapatkan informasi adanya pelatihan ini lewat Facebook. “Saat itu sudah ada 1 kali pertemuan,” kenang wanita kelahiran 34 tahun lalu ini. “Saya termotivasi dari dalam diri sendiri untuk ikut, apalagi pelatihannya gratis,” imbuhnya.
Sebelum mengikuti pelatihan, Sari sempat berpikir jika ia tidak bisa melakukan kegiatan liburan lainnya nanti. “Tapi setelah 1 kali mengikuti pelatihan, akhirnya menjadi ketagihan untuk mengikuti pelatihan terus sampai sekarang,” ujarnya.
Ditanya mengenai hasrat untuk berwirausaha, Sari mengakui dirinya tergugah untuk belajar menjadi entrepreneur setelah mengikuti pelatihan “Mandiri Sahabatku” yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri bekerja sama dengan UCEC.
Di tengah proses belajar berwirausaha itulah, Sari ingin mempraktikkan apa yang ia pelajari selama di kelas. “Saya mempunyai ide bisnis ini sebenarnya karena tugas ritel online dari Distance Learning dengan Universitas Ciputra Surabaya yang saya ikuti,” paparnya.
Mulanya ia merasa bingung mengenai jenis bisnis ritel online yang bisa terasa manfaatnya dalam 3 minggu. Dulu ada salah satu temannya menawarkan pada Sariuntuk menjadi supplier pakaian anak-anak yang akan dijual di Indonesia, tapi ia menimbang, tawaran itu tidak akan terasa manfaatnya dalam 3 minggu. “Pasti prosesnya lebih lama,” ia beralasan.
Ide pun datang saat ia bersantap di warung lesehan yang menunya halal. “Akhirnya saya telepon pemiliknya dan menyampaikan keinginan saya untuk menjual menu makanan dan minuman yang ada di warung tersebut,” Sari mengisahkan. Pemiliknya setuju, maka terciptalah bootstrap. Sari pun mendirikan warles (warung lesehan) online tanpa harus capek masak, mengurus segala hal dari belanja, produksi, dan sebagainya. Ia berujar tentang keunggulan bisnisnya, “Cukup mencari pelanggan dan proses pengambilan pesanan serta pengantaran pesanan.”
Sari menerapkan siasat jitu agar tetap bisa bekerja sambil berbisnis. “Warles online ini pelayanannya hanya hari Minggu atau libur saja dan berdasarkan orderan, jadi tidak terlalu mengganggu pekerjaan sebagai domestic helper. Untuk pengaturannya pada hari Minggu/libur, saya tinggal mengambil orderan lalu mengantar orderan ke tempat pelanggan,” katanya mengungkap pembagian waktu bekerja sambil berbisnis.
Ia hanya menggunakan peralatan sederhana dalam berbisnis, hanya tas untuk mengambil dan mengantar pesanan bisa menggunakan tas yang tidak terpakai, termos, sendok, garpu. Mengenai modalnya, ia hanya untuk promosi dan produk tambahan saja. “Nominalnya tidak terlalu besar bahkan boleh dibilang sangat kecil,” terangnya.
Sari memanfaatkan Internet sebagai sarana untuk menjaring pelanggan. Ia menggunakan YouTube sebagai sarana berpromosi dengan mengunggah sejumlah video tentang bisnis onlinenya itu dan testimoni dari pelanggan-pelanggan makanan lesehannya yang lezat dan cocok di lidah serta dijamin halal. Warung Lesehan ( WarLes ) Sari Gunkid menjadi warles online yang menyediakan menu halal, bersih, fresh dan layanan delivery service yang cepat, demikian ia berpromosi di jejaring sosial. Untuk mendukung bisnisnya dan menerima pesanan, ia menggunakan formulir pemesanan online di blognya: http://www.warlessarigunkid.blogspot.com.
Kreativitasnya patut diacungi jempol. Dan keberaniannya untuk memulai menjadi pemicu untuk terus bergerak menuju arah yang lebih baik.
Untuk masa depan para pekerja migran secara umum, Sari mengharapkan adanya perlindungan terhadap BMI, pembebasan/pengurangan biaya penempatan di luar negeri, penghapusan KTKLN yang sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang secara tidak langsung memeras BMI. Panduan/perhatian dari pemerintah setelah menjadi BMI purna untuk berwirausaha di Indonesia.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Sabtu, 19 Januari 2013
Cetak Omzet Puluhan Juta dari Mi Ayam
Bisnis makanan memang tak pernah surut. Salah satunya ialah bisnis mi ayam. Meski banyak pemain, toh bisnis ini tetap menjanjikan. Hal tersebut membuat Teguh Mardianto mantap mengeluti usaha yang telah dirintis oleh ibunya sejak tahun 1993 di daerah Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.
Untuk memajukan bisnis mi ayamnya, Teguh menelurkan banyak ide dan inovasi. Hasilnya, usaha yang dikelolanya sangat maju dengan banyaknya pelanggan yang menggemari mi ayam racikannya.
"Dulu awalnya usaha mi ayam saja, tapi kami terus melakukan inovasi dan memberikan menu tambahan baru seperti milk shake and juice," ujar Teguh saat dihubungi Ciputraentrepreneuship.com.
Strategi pemasaran yang diterapkan Teguh sangat efektif. Teguh melakukan promosi baik secara langsung maupun visual dengan menekankan nama "Mi Galak." "Mi Galak artinya adalah Mi Ga Akan Lama Lagi Kaya," papar Teguh.
Dengan strategi tersebut, Teguh mampu menjangkau semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. "Dari kalangan anak muda, baik SMP, SMA, maupun mahasiswa. Banyak juga dari kalangan orang tua," katanya.
Omzet yang diraih Teguh sangat besar. Menurutnya, per bulannya bisa mencapai Rp20 juta.
Untuk memajukan bisnis mi ayamnya, Teguh menelurkan banyak ide dan inovasi. Hasilnya, usaha yang dikelolanya sangat maju dengan banyaknya pelanggan yang menggemari mi ayam racikannya.
"Dulu awalnya usaha mi ayam saja, tapi kami terus melakukan inovasi dan memberikan menu tambahan baru seperti milk shake and juice," ujar Teguh saat dihubungi Ciputraentrepreneuship.com.
Strategi pemasaran yang diterapkan Teguh sangat efektif. Teguh melakukan promosi baik secara langsung maupun visual dengan menekankan nama "Mi Galak." "Mi Galak artinya adalah Mi Ga Akan Lama Lagi Kaya," papar Teguh.
Dengan strategi tersebut, Teguh mampu menjangkau semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. "Dari kalangan anak muda, baik SMP, SMA, maupun mahasiswa. Banyak juga dari kalangan orang tua," katanya.
Omzet yang diraih Teguh sangat besar. Menurutnya, per bulannya bisa mencapai Rp20 juta.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Rabu, 16 Januari 2013
Hendra Arifin, Sosok di Balik Kesuksesan Hoka-Hoka Bento
Keputusannya untuk meninggalkan kenyamanan setelah 13 tahun bekerja di PT Astra Internasional ditentang oleh banyak keluarga dekatnya. Termasuk rekan-rekannya di Astra juga ikut menyayangkan keputusannya tersebut. Namun ia bergeming.
Ia berani memutuskan untuk memulai merintis bisnis kuliner di tahun 1985. Dan sekarang setelah melewati perjalanan panjang, Hendra Arifin berhasil mengepakan sayap dengan merek dagang Hoka-Hoka Bento. Ya, kini pria sekaligus Direktur Utama PT Eka Bogainti itu memiliki 148 gerai Japanese fast food restaurant, Hoka Hoka Bento.
Awalnya, Hoka Hoka Bento merupakan bisnis makanan dengan konsep take away yang kemudian diubah menjadi cepat saji (fast food), model bisnis yang mengadopsi tren cara menikmati makanan dengan lebih praktis dan higienis ala Jepang.
Dari sebuah gerai mungil di Wilayah Kebon Kacang Raya, Jakarta, Hendra mulai membangun bisnis resto Hoka Hoka Bento. Untuk mengembangkan bisnis yang digelutinya, dia pun menyambangi negeri Sakura untuk mempelajari dan membeli izin penggunaan merek dan technical assistance Hoka Hoka Bento di Indonesia.
Alur perjalanan hidup pria berdarah Betawi ini, memang seperti air yang mengalir. “Semua tidak ada yang kebetulan, semua karena rancangan Tuhan,” ungkapnya. Hendra akrab disapa memandang bila riak adalah romantisme dan dinamika hidup. “Yang harus dilakukan adalah menghadapinya dengan keikhlasan, kejujuran dan mau memberi maaf,” tuturnya memaknai sukses yang telah diraih.
Sikap ikhlas dan fokus dalam bekerja guna mewujudkan tujuan hidup memang telah dilakukannya. Dalam menjalankan bisnis, kata Hendra, persoalan dan kendala adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi. “Kita harus ikhlas dan berusaha untuk bangkit kembali,” ujarnya memberi kiat menjalani sebuah proses yang telah direncanakan oleh Tuhan.
Dia menilai bahwa sebuah kegagalan merupakan pelajaran yang berharga. “Kita petik pelajaran dari kegagalan, lalu kembali bangkit untuk tidak mengulang kesalahan yang sama,” ujarnya. Sikap ini akan memperkuat diri kita untuk melangkah ke level yang lebih tinggi dengan tetap fokus bekerja dengan sikap tulus dalam menjalaninya.
Menurut dia, sikap fokus pada bidang pekerjaan yang digeluti menjadi salah satu kunci keberhasilan yang maksimal. Ia mencontohkan, banyak orang di tengah bisnis yang dilakukannya kemudian justru menggeluti bidang usaha yang lain, “Langkah ini jelas akan memecah fokus pada pekerjaan dan menimbulkan banyak persoalan,” katanya.
Selain keikhlasan dan fokus bekerja, nilai hidup yang patut dimiliki seorang entrepreneur adalah kejujuran. Hendra menjelaskan bahwa kejujuran menjadi modal yang penting dalam menjalani hidup termasuk dalam membangun bisnisnya. “Sikap shiddiq (tepercaya) sangat penting. Tanpa sikap shiddiq, lalu bagaimana kita memperoleh amanah?,” ujarnya.
Begitu pun dengan sikap pemaaf, Hendra menilai tak sedikit orang yang sulit memaafkan sebuah kesalahan meskipun telah berlalu. “Butuh sebuah keberanian dan kebesaran hati untuk meminta dan menerima maaf,” ujarnya.
Dia menilai dengan memiliki sikap pemaaf, kita akan lebih bersih dan jernih dalam berpikir. “Pikiran negatif hanya akan mengusik konsentrasi kita untuk bergerak maju. Ini jelas sangat tidak menguntungkan,” ujarnya. Karena itu cobalah untuk melupakan dan tetap melangkah ke depan. “Seperti ungkapan merunduk tapi tidak patah,” ujarnya berprinsip.
Ia berani memutuskan untuk memulai merintis bisnis kuliner di tahun 1985. Dan sekarang setelah melewati perjalanan panjang, Hendra Arifin berhasil mengepakan sayap dengan merek dagang Hoka-Hoka Bento. Ya, kini pria sekaligus Direktur Utama PT Eka Bogainti itu memiliki 148 gerai Japanese fast food restaurant, Hoka Hoka Bento.
Awalnya, Hoka Hoka Bento merupakan bisnis makanan dengan konsep take away yang kemudian diubah menjadi cepat saji (fast food), model bisnis yang mengadopsi tren cara menikmati makanan dengan lebih praktis dan higienis ala Jepang.
Dari sebuah gerai mungil di Wilayah Kebon Kacang Raya, Jakarta, Hendra mulai membangun bisnis resto Hoka Hoka Bento. Untuk mengembangkan bisnis yang digelutinya, dia pun menyambangi negeri Sakura untuk mempelajari dan membeli izin penggunaan merek dan technical assistance Hoka Hoka Bento di Indonesia.
Alur perjalanan hidup pria berdarah Betawi ini, memang seperti air yang mengalir. “Semua tidak ada yang kebetulan, semua karena rancangan Tuhan,” ungkapnya. Hendra akrab disapa memandang bila riak adalah romantisme dan dinamika hidup. “Yang harus dilakukan adalah menghadapinya dengan keikhlasan, kejujuran dan mau memberi maaf,” tuturnya memaknai sukses yang telah diraih.
Sikap ikhlas dan fokus dalam bekerja guna mewujudkan tujuan hidup memang telah dilakukannya. Dalam menjalankan bisnis, kata Hendra, persoalan dan kendala adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi. “Kita harus ikhlas dan berusaha untuk bangkit kembali,” ujarnya memberi kiat menjalani sebuah proses yang telah direncanakan oleh Tuhan.
Dia menilai bahwa sebuah kegagalan merupakan pelajaran yang berharga. “Kita petik pelajaran dari kegagalan, lalu kembali bangkit untuk tidak mengulang kesalahan yang sama,” ujarnya. Sikap ini akan memperkuat diri kita untuk melangkah ke level yang lebih tinggi dengan tetap fokus bekerja dengan sikap tulus dalam menjalaninya.
Menurut dia, sikap fokus pada bidang pekerjaan yang digeluti menjadi salah satu kunci keberhasilan yang maksimal. Ia mencontohkan, banyak orang di tengah bisnis yang dilakukannya kemudian justru menggeluti bidang usaha yang lain, “Langkah ini jelas akan memecah fokus pada pekerjaan dan menimbulkan banyak persoalan,” katanya.
Selain keikhlasan dan fokus bekerja, nilai hidup yang patut dimiliki seorang entrepreneur adalah kejujuran. Hendra menjelaskan bahwa kejujuran menjadi modal yang penting dalam menjalani hidup termasuk dalam membangun bisnisnya. “Sikap shiddiq (tepercaya) sangat penting. Tanpa sikap shiddiq, lalu bagaimana kita memperoleh amanah?,” ujarnya.
Begitu pun dengan sikap pemaaf, Hendra menilai tak sedikit orang yang sulit memaafkan sebuah kesalahan meskipun telah berlalu. “Butuh sebuah keberanian dan kebesaran hati untuk meminta dan menerima maaf,” ujarnya.
Dia menilai dengan memiliki sikap pemaaf, kita akan lebih bersih dan jernih dalam berpikir. “Pikiran negatif hanya akan mengusik konsentrasi kita untuk bergerak maju. Ini jelas sangat tidak menguntungkan,” ujarnya. Karena itu cobalah untuk melupakan dan tetap melangkah ke depan. “Seperti ungkapan merunduk tapi tidak patah,” ujarnya berprinsip.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Minggu, 13 Januari 2013
Bisnis Opak Achyar-Paliha Omzetnya Rp 760 Ribu Sehari
Tanpa memedulikan terik matahari, Paliha Humairo membalikkan opak yang dijemur di depan rumahnya. Ada ratusan opak, yang dijemur dengan diwadahi beberapa tempat yang terbuat dari anyaman bambu. Setelah kering, opak-opak itu digoreng menggunakan pasir untuk kemudian dijual.
Paliha sudah membuat opak bersama suaminya, Achyar Suhada sejak 10 tahun lalu. Sebelumnya, orangtua dari delapan anak itu berdagang telur ayam. Namun, keduanya kurang berhasil memasarkan barang dagangan mereka.
Setelah itu mereka banting setir berjualan opak, ternyata hasilnya begitu menggiurkan. Apalagi keduanya tidak perlu memasarkan produk, karena konsumen langsung datang ke rumahnya di RT 05/03, Kampung Sukamanah, Desa Bojongkunci, Kecamatan Pamengpeuk, Kabupaten Bandung.
Achyar mengatakan, setiap hari rata-rata memproduksi 28 kg opak yang sudah jadi. Dari jumlah tersebut, setiap harinya laku antara 20-25 kg. Harga per kilogram opak sebesar Rp 38 ribu. Dengan demikian pasangan Achyar-Paliha bisa mengantungi omzet sekitar Rp 760 ribu sehari.
"Alhamdulillah, yang datang ke rumah untuk membeli opak banyak. Dalam satu hari, rata-rata bisa habis bahan baku beras ketan sampai 25 kilogram.Yang beli bisa dari Ciwidey, Cililin, atau daerah sekitarnya," kata pria berusia 52 tahun ini ketika ditemui di rumahnya.
Opak tersebut terbuat dari beras ketan, gula pasir, garam, dan parut kelapa. Pembuatannya harus melalui proses penumbukan, perendaman, untuk kemudian dikeringkan. Setelah kering, opak-opak itu digoreng menggunakan pasir. Opak yang sudah jadi bisa bertahan enam bulan.
"Kalau digoreng pakai minyak, hanya bisa bertahan maksimal selama sepekan. Kalau pakai pasir bisa sampai enam bulan. Selain itu, penggorengan tanpa minyak itu tidak mengandung kolesterol. Saya juga terima pesanan," ujar pria yang juga berprofesi sebagai guru agama di taman pendidikan Alquran di Kampung Sukamanah ini.
Pada musim kemarau seperti sekarang, Achyar bisa memproduksi berapapun opak sesuai pesanan. Penjualan meningkat biasanya terjadi pada bulan Puasa, yang bisa mencapai lima kali lipat dibandingkan hari biasa. Harganya pun lebih mahal Rp 9.000 dibandingkan hari biasa.
"Puasa kemarin, harga per kilo saya jual Rp 44 ribu. Permintaan meningkat, dan bisa dilihat dari angka penjualan yang mencapai lima kali lipat per hari. Kalau musim kering ini bagus, karena opak bisa kering alami. Tapi kalau musim hujan, biasanya kami panaskan pakai api," ujarnya.
Menurutnya, kendala yang ditemui pembuat opak adalah harga bahan baku yang terus naik. Seperti harga gula pasir, yang saat ini sudah mencapai Rp 14 ribu per kg. Sementara pada saat musim hujan, biasanya Achyar tidak bisa menambah jumlah produksi sesuai pesanan.
Paliha sudah membuat opak bersama suaminya, Achyar Suhada sejak 10 tahun lalu. Sebelumnya, orangtua dari delapan anak itu berdagang telur ayam. Namun, keduanya kurang berhasil memasarkan barang dagangan mereka.
Setelah itu mereka banting setir berjualan opak, ternyata hasilnya begitu menggiurkan. Apalagi keduanya tidak perlu memasarkan produk, karena konsumen langsung datang ke rumahnya di RT 05/03, Kampung Sukamanah, Desa Bojongkunci, Kecamatan Pamengpeuk, Kabupaten Bandung.
Achyar mengatakan, setiap hari rata-rata memproduksi 28 kg opak yang sudah jadi. Dari jumlah tersebut, setiap harinya laku antara 20-25 kg. Harga per kilogram opak sebesar Rp 38 ribu. Dengan demikian pasangan Achyar-Paliha bisa mengantungi omzet sekitar Rp 760 ribu sehari.
"Alhamdulillah, yang datang ke rumah untuk membeli opak banyak. Dalam satu hari, rata-rata bisa habis bahan baku beras ketan sampai 25 kilogram.Yang beli bisa dari Ciwidey, Cililin, atau daerah sekitarnya," kata pria berusia 52 tahun ini ketika ditemui di rumahnya.
Opak tersebut terbuat dari beras ketan, gula pasir, garam, dan parut kelapa. Pembuatannya harus melalui proses penumbukan, perendaman, untuk kemudian dikeringkan. Setelah kering, opak-opak itu digoreng menggunakan pasir. Opak yang sudah jadi bisa bertahan enam bulan.
"Kalau digoreng pakai minyak, hanya bisa bertahan maksimal selama sepekan. Kalau pakai pasir bisa sampai enam bulan. Selain itu, penggorengan tanpa minyak itu tidak mengandung kolesterol. Saya juga terima pesanan," ujar pria yang juga berprofesi sebagai guru agama di taman pendidikan Alquran di Kampung Sukamanah ini.
Pada musim kemarau seperti sekarang, Achyar bisa memproduksi berapapun opak sesuai pesanan. Penjualan meningkat biasanya terjadi pada bulan Puasa, yang bisa mencapai lima kali lipat dibandingkan hari biasa. Harganya pun lebih mahal Rp 9.000 dibandingkan hari biasa.
"Puasa kemarin, harga per kilo saya jual Rp 44 ribu. Permintaan meningkat, dan bisa dilihat dari angka penjualan yang mencapai lima kali lipat per hari. Kalau musim kering ini bagus, karena opak bisa kering alami. Tapi kalau musim hujan, biasanya kami panaskan pakai api," ujarnya.
Menurutnya, kendala yang ditemui pembuat opak adalah harga bahan baku yang terus naik. Seperti harga gula pasir, yang saat ini sudah mencapai Rp 14 ribu per kg. Sementara pada saat musim hujan, biasanya Achyar tidak bisa menambah jumlah produksi sesuai pesanan.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Kamis, 10 Januari 2013
Donny Pramono, Sosok di Balik Kesuksesan Sour Sally
Yoghurt adalah jenis makanan yang populer di kota-kota besar. Makanan yang berasal dari susu fermentasi ini begitu menjamur di mana-mana. Tak pelak banyak orang melirik bisnis yoghurt yang menawarkan kesegaran rasa.
Adalah Donny Pramono yang sukses membesut bisnis yoghurt di bawah bendera Sour Sally. Ia berhasil mengembangkan yoghurt dalam bentuk beku sebagai hasil kreasi dari susu, yoghurt dan es krim formulasi. Sour Sally pun akhirnya bisa menular hingga Singapura.
Awalnya Donny membesut bisnis yoghurt dari ide ibunya sendiri, Elien Limuwa. Sang ibu ternyata suka makan yoghurt. Bahkan ibunya pun menyarankan untuk menjualnya dalam bentuk es krim. Berangkat dari situlah maka Donny memberanikan diri memulai bisnis es krim yoghurt tersebut.
Bermodal sebesar Rp 200 juta ia mendirikan outlet pertama di Senayan City, Jakarta. Perlahan yoghurtnya pun bisa diterima oleh masyarakat dengan berbagai topping dan citarasa yang menarik di dalamnya. Dari satu outlet kemudian berkembang menjadi 28 outlet di seluruh Indonesia termasuk Singapura.
Sebagai pelopor bisnis es krim yoghurt, Donny jelas tidak terbendung. Sebab branding yang dibuat Donny cukup berhasil. Jadi apabila konsumen ingin es krim yoghurt maka pastilah ia akan teringat Sour Sally.
Apa sebenarnya di balik kesuksesan terrsebut? Donny mengakui ia sangat memperhatikan branding. Ia pun menciptakan karakter Sally sebagai gadis periang dengan kepang dua, dress mini dan berwarna hitam. Karakter Sally yang ceria, cerewet, lucu, cerdas, ramah, loveable, kekanak-kanakan dan unik itu akhirnya diterima secara luas oleh konsumen
Anak pasangan Suwitno Pramono dan Elien Limuwa mengaku sejak kuliah sudah mengenal yoghurt. Bahkan saat dia kuliah di Los Angeles, dirinya terobsesi membangun gerai froyo alias es krim yoghurt karena melihat gerai tersebut sangat ramai di Amerika.
Dari sanalah ia bertekad untuk membangun bisnis yoghurt. Kini Donny tinggal memetik buah kesuksesannya. Sebagai usahawan sukses, penggemar futsal ini sedikit berbagi tips berwirausaha. Kuncinya tiga: ide, believe (percaya), dan passion (semangat). Tapi yang jelas dukungan orang tua sangat memegang peran penting bagi keberhasilan bisnis tersebut.
Adalah Donny Pramono yang sukses membesut bisnis yoghurt di bawah bendera Sour Sally. Ia berhasil mengembangkan yoghurt dalam bentuk beku sebagai hasil kreasi dari susu, yoghurt dan es krim formulasi. Sour Sally pun akhirnya bisa menular hingga Singapura.
Awalnya Donny membesut bisnis yoghurt dari ide ibunya sendiri, Elien Limuwa. Sang ibu ternyata suka makan yoghurt. Bahkan ibunya pun menyarankan untuk menjualnya dalam bentuk es krim. Berangkat dari situlah maka Donny memberanikan diri memulai bisnis es krim yoghurt tersebut.
Bermodal sebesar Rp 200 juta ia mendirikan outlet pertama di Senayan City, Jakarta. Perlahan yoghurtnya pun bisa diterima oleh masyarakat dengan berbagai topping dan citarasa yang menarik di dalamnya. Dari satu outlet kemudian berkembang menjadi 28 outlet di seluruh Indonesia termasuk Singapura.
Sebagai pelopor bisnis es krim yoghurt, Donny jelas tidak terbendung. Sebab branding yang dibuat Donny cukup berhasil. Jadi apabila konsumen ingin es krim yoghurt maka pastilah ia akan teringat Sour Sally.
Apa sebenarnya di balik kesuksesan terrsebut? Donny mengakui ia sangat memperhatikan branding. Ia pun menciptakan karakter Sally sebagai gadis periang dengan kepang dua, dress mini dan berwarna hitam. Karakter Sally yang ceria, cerewet, lucu, cerdas, ramah, loveable, kekanak-kanakan dan unik itu akhirnya diterima secara luas oleh konsumen
Anak pasangan Suwitno Pramono dan Elien Limuwa mengaku sejak kuliah sudah mengenal yoghurt. Bahkan saat dia kuliah di Los Angeles, dirinya terobsesi membangun gerai froyo alias es krim yoghurt karena melihat gerai tersebut sangat ramai di Amerika.
Dari sanalah ia bertekad untuk membangun bisnis yoghurt. Kini Donny tinggal memetik buah kesuksesannya. Sebagai usahawan sukses, penggemar futsal ini sedikit berbagi tips berwirausaha. Kuncinya tiga: ide, believe (percaya), dan passion (semangat). Tapi yang jelas dukungan orang tua sangat memegang peran penting bagi keberhasilan bisnis tersebut.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Info baking demo,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Senin, 07 Januari 2013
Mengintip Kesuksesan Getuk Goreng H Tohirin
Getuk makanan olahan dari ketela itu memang memiliki cita rasa yang khas. Sebagai kudapan yang biasa disajikan bersama teh atau kopi itu juga sering menjadi oleh-oleh di kala habis bepergian ke luar kota terutama di daerah Jawa Tengah.
Tapi siapa sangka jika getuk yang merupakan makanan sederhana itu bisa menjadi bisnis warisan Keluarga H Tohirin bahkan sampai 10 dasawarsa terakhir ini? Yap itulah kenyataan yang terjadi pada bisnis getuk goreng asli H Tohirin yang berada di Sokaraja, Purwokerto, Jawa Tengah.
Toko yang menjual getuk itu sudah dimulai pada 1918 silam. Praktis usia bisnis getuk itu sudah mencapai 94 tahun atau hampir mencapai 100 tahun. Bagaimana sih awal mulanya?
Begini ceritanya. Dulu pencipta getuk goreng ini adalah Mbah Sarpingad yang sudah almarhum. Ia bersama istrinya Sayem, adalah pedagang warung nasi biasa berdinding anyaman bambu. Nah selain menjual nasi dan lauk pauk, ia juga menjual penganan khas Jawa yaitu getuk basah.
Sayangnya getuk singkong itu tawar jadi tidak terlalu laku. Suatu ketika Mbah Sarpingad ini berpikir keras, bagaimana caranya agar getuk itu masih bisa diolah daripada dibuang begitu saja. Ia pun memiliki ide untuk menggoreng saja getuk tersebut dengan menambahkan gula kelapa.
Hasilnya? Luar biasa enak. Rasanya pas dengan lidah konsumen yang biasa datang ke warung nasi Mbah Sarpingad tersebut. Darisitulah mulai promosi secara getuk tular dan membuat makanan olahan getuk goreng itu lantas terkenal ke pelanggan lainnnya. Mbah Sarpingad pun menamakannya dengan nama Getuk Kamal. Alasannya karena getuk goreng itu dijual di bawah pohon kamal atau asem.
Nah, usaha getuk goreng ini pun terus berlanjut ke menantu laki-lakinya Tohirin setelah simbah meninggal dunia. Di tangan Tohirin inilah getuk goreng dipoles dengan lebih cantik di tahun 1967. Ia pun memutuskan untuk berbisnis getuk saja dan mulai meninggalkan bisnis warung nasi.
Pilihan itu pun tepat. Buktinya getuk gorengnya pun semakin terkenal. Bahkan mulai menjadi oleh-oleh setiap pelancong saat berkunjung ke Purwokerto. Perlahan warung getuk goreng yang sederhana itu berubah menjadi bangunan permanen layaknya tempat menjual jajanan oleh-oleh khas Purwokerto. Tohirin pun akhirnya naik haji.
Usaha Tohirin dalam memajukan getuk goreng patut diacungi jempol. Tak hanya mempatenkan cita rasa getuk goreng khas miliknya itu, ia bahkan menambahkan kata "Asli" di depan nama getung goreng tersebut. Sebab ia sadar bahwa saingan pun mulai banyak bermunculan di wilayah Sokaraja. Dengan menambahkan kata tersebut maka getuk gorengnya bisa bersaing secara sehat.
Pada 1990-an, Tohirin menyerahkan tongkat estafet pengelolaan usaha getuk goreng kepada ketiga anaknya: Hj. Ning Waryati, Slamet Lukito dan Hj. Warsuti. Di tangan ketiga anaknya inilah, bisnis getuk goreng tumbuh makin pesat. Pada masa ketiga anaknya inilah getuk goreng ini dipatenkan dengan nama Getuk Goreng Asli H. Tohirin. “Sejak 1997 kami sudah memiliki paten,” ujar Ning Waryati, anak sulung Tohirin yang kini berusia 55 tahun.
Di masa kepemimpinan Tohirin, jumlah toko hanya tiga. Adapun di bawah pengelolaan anak-anaknya hingga pertengahan 2010, jumlah gerai getuk goreng Asli H. Tohirin mencapai 10. Sembilan di Sokaraja dan yang satu lagi di Buntu, Banyumas. Tidak tertutup kemungkinan gerainya akan terus berkembang. “Kami membuka outlet berdasarkan kebutuhan pasar,” ujar Slamet Lukito, anak kedua H. Tohirin.
Menurut Isnaini Nurkhumayah, putri kedua Ning Waryati sekaligus pemilik toko Asli I, untuk sukses dalam usaha ini ia dan keluarganya sangat menjaga kualitas produk. Untuk meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan, proses produksi getuk goreng yang dilakukan secara tradisional bisa mereka saksikan.
Proses produksi itu dilakukan di ruangan khusus di bagian belakang toko. Di tempat inilah, setiap hari puluhan karyawan — semua laki-laki — sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang mengukus singkong, ada yang menumbuk di lumpang dengan alu-alu yang panjang, dan ada juga yang menggoreng. Begitu getuk jadi, langsung dibawa ke toko depan untuk dijual langsung ke konsumen. “Pekerjaan di sini butuh tenaga yang kuat, jadi pada umumnya dikerjakan lelaki,” ujar Isnaini.
Satu hal yang menarik, meski permintaan pasar cukup tinggi, pemilik Toko Tohirin tetap mempertahankan proses produksi yang tradisional. Contohnya, untuk mengukus mereka masih menggunakan dandang dan tungku berbahan bakar kayu. Lalu, untuk membuat adonan getuk mereka masih menggunakan cara ditumbuk.
Kemasan pun juga terkesan tradisional menggunakan besek yang ukurannya disesuaikan dengan berat getuk gorengnya. Di dalam ruangan memang ada alat penggiling bertenaga diesel, tetapi hanya digunakan untuk memecah ketela — tidak sampai melembutkan. “Mesin penggiling ini pun hanya digunakan bila permintaan banyak, sehari sampai lima kuintal lebih,” kata Isnaini.
Proses produksi getuk goreng yang dijalankan keluarga ini sebenarnya sederhana. Ketela yang sudah dikupas dikukus sampai matang, lalu ditumbuk. Setelah halus baru dicampur dengan gula kelapa asli. Maklum, di pasaran banyak beredar gula kelapa tak lagi asli karena dicampur dengan bahan lain untuk menambah berat. S
Sebelum dicampur dengan adonan getuk, gula harus direbus untuk menjadikannya seperti pasta. Nah, untuk merebus gula ada takarannya juga. Untuk 20 kg gula hanya digunakan satu gelas air. “Gulanya kami datangkan dari produsennya langsung dan kami sudah terikat perjanjian,” ujar Isnaini lagi.
Tapi siapa sangka jika getuk yang merupakan makanan sederhana itu bisa menjadi bisnis warisan Keluarga H Tohirin bahkan sampai 10 dasawarsa terakhir ini? Yap itulah kenyataan yang terjadi pada bisnis getuk goreng asli H Tohirin yang berada di Sokaraja, Purwokerto, Jawa Tengah.
Toko yang menjual getuk itu sudah dimulai pada 1918 silam. Praktis usia bisnis getuk itu sudah mencapai 94 tahun atau hampir mencapai 100 tahun. Bagaimana sih awal mulanya?
Begini ceritanya. Dulu pencipta getuk goreng ini adalah Mbah Sarpingad yang sudah almarhum. Ia bersama istrinya Sayem, adalah pedagang warung nasi biasa berdinding anyaman bambu. Nah selain menjual nasi dan lauk pauk, ia juga menjual penganan khas Jawa yaitu getuk basah.
Sayangnya getuk singkong itu tawar jadi tidak terlalu laku. Suatu ketika Mbah Sarpingad ini berpikir keras, bagaimana caranya agar getuk itu masih bisa diolah daripada dibuang begitu saja. Ia pun memiliki ide untuk menggoreng saja getuk tersebut dengan menambahkan gula kelapa.
Hasilnya? Luar biasa enak. Rasanya pas dengan lidah konsumen yang biasa datang ke warung nasi Mbah Sarpingad tersebut. Darisitulah mulai promosi secara getuk tular dan membuat makanan olahan getuk goreng itu lantas terkenal ke pelanggan lainnnya. Mbah Sarpingad pun menamakannya dengan nama Getuk Kamal. Alasannya karena getuk goreng itu dijual di bawah pohon kamal atau asem.
Nah, usaha getuk goreng ini pun terus berlanjut ke menantu laki-lakinya Tohirin setelah simbah meninggal dunia. Di tangan Tohirin inilah getuk goreng dipoles dengan lebih cantik di tahun 1967. Ia pun memutuskan untuk berbisnis getuk saja dan mulai meninggalkan bisnis warung nasi.
Pilihan itu pun tepat. Buktinya getuk gorengnya pun semakin terkenal. Bahkan mulai menjadi oleh-oleh setiap pelancong saat berkunjung ke Purwokerto. Perlahan warung getuk goreng yang sederhana itu berubah menjadi bangunan permanen layaknya tempat menjual jajanan oleh-oleh khas Purwokerto. Tohirin pun akhirnya naik haji.
Usaha Tohirin dalam memajukan getuk goreng patut diacungi jempol. Tak hanya mempatenkan cita rasa getuk goreng khas miliknya itu, ia bahkan menambahkan kata "Asli" di depan nama getung goreng tersebut. Sebab ia sadar bahwa saingan pun mulai banyak bermunculan di wilayah Sokaraja. Dengan menambahkan kata tersebut maka getuk gorengnya bisa bersaing secara sehat.
Pada 1990-an, Tohirin menyerahkan tongkat estafet pengelolaan usaha getuk goreng kepada ketiga anaknya: Hj. Ning Waryati, Slamet Lukito dan Hj. Warsuti. Di tangan ketiga anaknya inilah, bisnis getuk goreng tumbuh makin pesat. Pada masa ketiga anaknya inilah getuk goreng ini dipatenkan dengan nama Getuk Goreng Asli H. Tohirin. “Sejak 1997 kami sudah memiliki paten,” ujar Ning Waryati, anak sulung Tohirin yang kini berusia 55 tahun.
Di masa kepemimpinan Tohirin, jumlah toko hanya tiga. Adapun di bawah pengelolaan anak-anaknya hingga pertengahan 2010, jumlah gerai getuk goreng Asli H. Tohirin mencapai 10. Sembilan di Sokaraja dan yang satu lagi di Buntu, Banyumas. Tidak tertutup kemungkinan gerainya akan terus berkembang. “Kami membuka outlet berdasarkan kebutuhan pasar,” ujar Slamet Lukito, anak kedua H. Tohirin.
Menurut Isnaini Nurkhumayah, putri kedua Ning Waryati sekaligus pemilik toko Asli I, untuk sukses dalam usaha ini ia dan keluarganya sangat menjaga kualitas produk. Untuk meningkatkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan, proses produksi getuk goreng yang dilakukan secara tradisional bisa mereka saksikan.
Proses produksi itu dilakukan di ruangan khusus di bagian belakang toko. Di tempat inilah, setiap hari puluhan karyawan — semua laki-laki — sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang mengukus singkong, ada yang menumbuk di lumpang dengan alu-alu yang panjang, dan ada juga yang menggoreng. Begitu getuk jadi, langsung dibawa ke toko depan untuk dijual langsung ke konsumen. “Pekerjaan di sini butuh tenaga yang kuat, jadi pada umumnya dikerjakan lelaki,” ujar Isnaini.
Satu hal yang menarik, meski permintaan pasar cukup tinggi, pemilik Toko Tohirin tetap mempertahankan proses produksi yang tradisional. Contohnya, untuk mengukus mereka masih menggunakan dandang dan tungku berbahan bakar kayu. Lalu, untuk membuat adonan getuk mereka masih menggunakan cara ditumbuk.
Kemasan pun juga terkesan tradisional menggunakan besek yang ukurannya disesuaikan dengan berat getuk gorengnya. Di dalam ruangan memang ada alat penggiling bertenaga diesel, tetapi hanya digunakan untuk memecah ketela — tidak sampai melembutkan. “Mesin penggiling ini pun hanya digunakan bila permintaan banyak, sehari sampai lima kuintal lebih,” kata Isnaini.
Proses produksi getuk goreng yang dijalankan keluarga ini sebenarnya sederhana. Ketela yang sudah dikupas dikukus sampai matang, lalu ditumbuk. Setelah halus baru dicampur dengan gula kelapa asli. Maklum, di pasaran banyak beredar gula kelapa tak lagi asli karena dicampur dengan bahan lain untuk menambah berat. S
Sebelum dicampur dengan adonan getuk, gula harus direbus untuk menjadikannya seperti pasta. Nah, untuk merebus gula ada takarannya juga. Untuk 20 kg gula hanya digunakan satu gelas air. “Gulanya kami datangkan dari produsennya langsung dan kami sudah terikat perjanjian,” ujar Isnaini lagi.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Jumat, 04 Januari 2013
Asmui, Dari Jualan Pulsa Hingga Javapucino
Bagi yang hobi 'nongkrong'' sekedar ngopi, tentu sudah mengenal kedai atau café Javapuccino. Keberadaannya, banyak ditemui di pusat-pusat perbelanjaan di kota besar Indonesia.
Namun kebesaran Javapucino tidak datang begitu saja. Sang pemilik Muhhamad Asmui harus banting tulang sebelum mencapai sukses seperti sekarang.
Sebelum menjadi pengusaha muda sukses yang mengelola lebih dari 350 mitra melalui Javapuccino, Asmuipernah menjadi guru privat sambil berjualan pulsa serta kerupuk.
Selain dua usaha sampingan itu, Asmui coba masuk ke bisnis kuliner. Sayang usaha kuliner pertamanya itu pun hanya bertahan tiga bulan. Tapi dia tak berputus asa.
Asmui kecil terbiasa berjualan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Maklum, ia hanyalah seorang anak petani yang hanya mampu memberinya makan dan sekolah. Sejak berusia sembilan tahun, Asmui sudah membuat batu bata yang dia jual ke tukang bangunan di Salatiga, Jawa Tengah untuk membantu kehidupan orang tuanya.
Meski termasuk anak yang beruntung karena dapat mencicip bangku pendidikan hingga kuliah berkat bantuan orang tua asuh, Asmui terus berpikir memiliki usaha sendiri.
“Niat itu muncul ketika saya tengah kuliah di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) di Salatiga,” kenang Asmi, panggilan karib Asmui.
Asmi juga tergolong pria dengan karakter yang berpikir jauh ke depan. Dalam hatinya berpikir, kehidupannya tidak akan maju jika hanya mengandalkan upah mengajar. Makanya, ia tertarik mempelajari ilmu ekonomi dan bisnis. “Harapan suatu saat menjadi seorang pebisnis,” ujarnya.
Meski kuliahnya masih di tengah jalan, Asmi memutuskan hijrah ke Jakarta demi mengejar ilmu ekonomi di UIN pada tahun 2005. Langkah ini sempat ditentang orang tuanya lantaran khawatir soal biaya hidup yang tinggi di Jakarta.
Meski demikian Asmi tetap nekat pindah ke Ibu Kota dan menghidupi dirinya sendiri. Sembari kuliah, ia berjualan pulsa dan memberikan les ke siswa sekolah di kawasan Bintaro, Pondok Indah, dan Ciputat.
Asmi bertekad tak hanya memperoleh gelar sarjana tapi juga sukses membangun usaha. Maka, di tahun 2006, Asmi berjualan kerupuk ke warung makan.
Agar banyak warung makan mau menjual kerupuk bikinannya, ia terlebih dulu makan di warung-warung tersebut sepulang mengajar. “Saya makan dulu, baru menawarkan kerupuk,” ujar pemuda yang baru lulus UIN tahun 2010 ini.
Strategi itu terbilang ampuh. Setiap dua hari sekali, ia memasok kerupuk ke 100 warung yang beroperasi di sepanjang jalan Ciputat hingga Blok M. Uang yang dia dapat dari hasil mengajar dan berjualan kerupuk menjadi modal mendirikan usaha lain di bidang kuliner.
Setelah dua tahun berbisnis kerupuk, Asmi membangun usaha kuliner. Pilihannya jatuh pada usaha minuman teh lantaran marginnya besar. Modal pertama yang ia keluarkan Rp 3juta untuk membuat gerobak, sewa tempat, dan membeli bahan baku. Ia dibantu adik dan kakaknya meracik teh dan melayani pembeli di kampusnya, UIN Ciputat. “Pertama kali buka, animonya tinggi karena terbantu situasi kampus yang ramai,” ujarnya.
Namun, nyatanya usaha tersebut hanya bertahan tiga bulan lantaran terganjal brand yang Asmui pakai, yakni Joss Tea. “Sudah ada yang punya, jadi usaha ini kami tutup,” ujarnya.
Belajar dari kegagalan itu, Asmi membangun kembali usaha kulinernya. Di tahun yang sama, ia meluncurkan produk minuman kopi blanded yang saat itu tengah menjadi tren. Asmi langsung mendaftarkan mempatenkannya nama produknya, Javapuccino.
Ia yakin, langkah ini adalah awal yang benar yakni mendesain dan mematenkan produk agar bisa memenangkan persaingan. “Langkah selanjutnya baru promosi,” ujar Asmi yang mempromosikan Javapuccinonya pertama kali di internet.
Urusan paten kelar, Asmi kemudian fokus pada kualitas rasa produk es kopi blandednya. Seorang diri, ia terjun meracik kopinya. Agar menemukan racikan yang
pas, Asmi sempat belajar kepada barista. Kini, lebih dari 30 rasa minuman telah tercipta dari dapur Javapuccino, termasuk kopi, teh dan yogurt aneka rasa.
Asmi mengaku telah menemukan citra rasa produknya, yakni menonjolkan kopi bercita rasa lokal dengan aneka topping. Ia juga terus berinovasi demi memenangkan persaingan serta wujud pelayanan bagi pelanggannya.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Selasa, 01 Januari 2013
Muhammad Hilmy: Rambah Pasar Cina dengan Jenang “Sinar 33”
Untuk kembangkan usaha, diperlukan ketangguhan dan ketrampilan berbisnis yang tidak ala kadarnya. Apalagi jika sudah menjangkau pasar negara lain yang lebih kompetitif dan berkarakteristik lain dari pasar domestik. Inilah yang berhasil dilakukan oleh Muhammad Hilmy, seorang entrepreneur asal kota Kretek Kudus yang menjadi Direktur Utama perusahaan produsen jenang terkemuka, PT Mubarokfood Cipta Delicia.
Perlu diketahui bahwa perusahaan penghasil jenang yang masyur dengan merek “Sinar 33” itu awalnya hanyalah industri rumahan yang dikelola dengan manajemen tradisional. Hilmy adalah generasi ketiga yang mewarisi bisnis jenang ini dari kakek dan ayahnya. Hilmy mengangkat jenang “Sinar 33”, makanan lokal Kudus, menjadi makanan yang dikenal di banyak tempat bahkan mancanegara dengan konsistensi dan komitmen yang sudah teruji.
Usaha pembuatan jenang yang menjadi cikal bakal PT Mubarokfood Cipta Delicia didirikan pada tahun 1910. Kakek dan nenek Hilmy, Mabruri dan Alawiyah, ialah pendirinya. Kegiatan produksi saat itu hanya dilaksanakan berdasarkan datang tidaknya pesanan dari konsumen.
Karena pembuatan jenang terus ditekuni dan menunjukkan hasil yang cukup bagus , akhirnya Alawaiyah memberanikan diri menjualnya. Pertama jenang buatannya dijual di pasar Bubar yang dulunya bekas terminal Menara yang ada dua pohon beringinnya.
“Beliau merupakan generasi pertama yang membuat jenang Kudus,” kata Hilmy yang sehari-hari berkantor di Jalan Sunan Muria no 33 ini.
Saat itu, penjualan jenang mengalami kemunduruan karena dalam masa penjajahan. Sehingga keluarganya sulit mencari bahan baku dan sempat terhenti dalam proses produksi. Setelah kondisi membaik, akhirnya mereka kembali aktif.
Setelah meninggalnya Mabruri tahun 1940, pembuatan jenang beralih ke generasi kedua, Ahmad Shohib yang juga ayah Hilmy. Shohib dengan penuh dedikasi juga mengembangkan usaha jenang ini.
Shohib memunculkan visi pengembangan jenang ke depan. Di tahun 1946 ia melakukan upaya perlindungan merek dagang jenang “Sinar 33”. Pada saat itu, hanya segelintir orang yang berpikir demikian.
Generasi kedua berakhir karena faktor usia. Bulan Juli 1992, Hilmy putra Shohib mulai mengambil alih pengelolaan bisnis. Hilmy mulai menata usaha agar lebih modern dan mencari sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjad motor penggerak usaha ini.
Hilmy menyadari bahwa faktor SDM menjadi faktor kunci dalam memajukan usaha jenangnya. “ Untuk maju, kita membutuhkan SDM yang bisa diajak berlari untuk meraih target yang ditentukan namun karena SDM kurang, kita agak terkendala,” ungkap bapak 5 anak ini.
Di tahun ke5 kepemimpinannya, Hilmy masih mempertahankan sisa SDM yang ada di generasi kedua. Menurutnya pergantian SDM secara drastis akan menimbulkan goncangan.
Setelah menapaki 5 tahun kedua, ia mulai mencari SDM yang lebih baik yang berasal dari kalangan akademisi dan memiliki ketrampilan yang dibutuhkan perusahaan untuk bisa berkompetisi di era modern ini. Saat itu, perusahaan lebih terbantu berkat dilakukannya rekrutmen SDM baru.
Uniknya, meskipun mengakui membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan akademis dan bisnis, Hilmy tak melupakan aspek sprititualitas dalam merekrut. Ia mementingkan isu kejujuran dalam rekrutmen.
Ternyata ini bukannya tanpa alasan. Hilmy mengakui memiliki pengalaman pahit dengan tenaga pemasaran dari salah satu perusahaan makanan bermerek. Sisi akademis dan skill maupun pengalaman sudah tak diragukan lagi tapi setelah dua tahun bekerja, Hilmy menemukan penyimpangan yang dilakukan oknum tersebut. Oknum tersebut kedapatan membuat kesepakatan di luar perusahaan di area pemasaran Jabodetabek. “Kita butuh karyawan yang tahu bahwa selain ia diawasi oleh pimpinan, ia juga diawasi oleh Sang Pencipta,” tekannya.
Kini Hilmy tak berpangku tangan menikmati kesuksesan. Ia mulai berekspansi ke pasar luar negeri seperti Cina dan Hong Kong. Ia mengamati adanya perkembangan yang menjanjikan di sana setelah mengikuti pameran di sana. PT Mubarokfood Cipta Delicia bahkan akan menyewa satu mini mall di Cina.
Untuk target 2012, ia dan segenap jajarannya siap bekerja keras dalam menaikkan pamor perusahaan tersebut sehingga menjadi pemimpin pasar alias market leader di industri makanan lokal.
Perlu diketahui bahwa perusahaan penghasil jenang yang masyur dengan merek “Sinar 33” itu awalnya hanyalah industri rumahan yang dikelola dengan manajemen tradisional. Hilmy adalah generasi ketiga yang mewarisi bisnis jenang ini dari kakek dan ayahnya. Hilmy mengangkat jenang “Sinar 33”, makanan lokal Kudus, menjadi makanan yang dikenal di banyak tempat bahkan mancanegara dengan konsistensi dan komitmen yang sudah teruji.
Usaha pembuatan jenang yang menjadi cikal bakal PT Mubarokfood Cipta Delicia didirikan pada tahun 1910. Kakek dan nenek Hilmy, Mabruri dan Alawiyah, ialah pendirinya. Kegiatan produksi saat itu hanya dilaksanakan berdasarkan datang tidaknya pesanan dari konsumen.
Karena pembuatan jenang terus ditekuni dan menunjukkan hasil yang cukup bagus , akhirnya Alawaiyah memberanikan diri menjualnya. Pertama jenang buatannya dijual di pasar Bubar yang dulunya bekas terminal Menara yang ada dua pohon beringinnya.
“Beliau merupakan generasi pertama yang membuat jenang Kudus,” kata Hilmy yang sehari-hari berkantor di Jalan Sunan Muria no 33 ini.
Saat itu, penjualan jenang mengalami kemunduruan karena dalam masa penjajahan. Sehingga keluarganya sulit mencari bahan baku dan sempat terhenti dalam proses produksi. Setelah kondisi membaik, akhirnya mereka kembali aktif.
Setelah meninggalnya Mabruri tahun 1940, pembuatan jenang beralih ke generasi kedua, Ahmad Shohib yang juga ayah Hilmy. Shohib dengan penuh dedikasi juga mengembangkan usaha jenang ini.
Shohib memunculkan visi pengembangan jenang ke depan. Di tahun 1946 ia melakukan upaya perlindungan merek dagang jenang “Sinar 33”. Pada saat itu, hanya segelintir orang yang berpikir demikian.
Generasi kedua berakhir karena faktor usia. Bulan Juli 1992, Hilmy putra Shohib mulai mengambil alih pengelolaan bisnis. Hilmy mulai menata usaha agar lebih modern dan mencari sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjad motor penggerak usaha ini.
Hilmy menyadari bahwa faktor SDM menjadi faktor kunci dalam memajukan usaha jenangnya. “ Untuk maju, kita membutuhkan SDM yang bisa diajak berlari untuk meraih target yang ditentukan namun karena SDM kurang, kita agak terkendala,” ungkap bapak 5 anak ini.
Di tahun ke5 kepemimpinannya, Hilmy masih mempertahankan sisa SDM yang ada di generasi kedua. Menurutnya pergantian SDM secara drastis akan menimbulkan goncangan.
Setelah menapaki 5 tahun kedua, ia mulai mencari SDM yang lebih baik yang berasal dari kalangan akademisi dan memiliki ketrampilan yang dibutuhkan perusahaan untuk bisa berkompetisi di era modern ini. Saat itu, perusahaan lebih terbantu berkat dilakukannya rekrutmen SDM baru.
Uniknya, meskipun mengakui membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan akademis dan bisnis, Hilmy tak melupakan aspek sprititualitas dalam merekrut. Ia mementingkan isu kejujuran dalam rekrutmen.
Ternyata ini bukannya tanpa alasan. Hilmy mengakui memiliki pengalaman pahit dengan tenaga pemasaran dari salah satu perusahaan makanan bermerek. Sisi akademis dan skill maupun pengalaman sudah tak diragukan lagi tapi setelah dua tahun bekerja, Hilmy menemukan penyimpangan yang dilakukan oknum tersebut. Oknum tersebut kedapatan membuat kesepakatan di luar perusahaan di area pemasaran Jabodetabek. “Kita butuh karyawan yang tahu bahwa selain ia diawasi oleh pimpinan, ia juga diawasi oleh Sang Pencipta,” tekannya.
Kini Hilmy tak berpangku tangan menikmati kesuksesan. Ia mulai berekspansi ke pasar luar negeri seperti Cina dan Hong Kong. Ia mengamati adanya perkembangan yang menjanjikan di sana setelah mengikuti pameran di sana. PT Mubarokfood Cipta Delicia bahkan akan menyewa satu mini mall di Cina.
Untuk target 2012, ia dan segenap jajarannya siap bekerja keras dalam menaikkan pamor perusahaan tersebut sehingga menjadi pemimpin pasar alias market leader di industri makanan lokal.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
narasi bebas,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Langganan:
Postingan (Atom)