Mengonsumsi makanan tradisional berbahan baku seperti singkong, ubi jalar, pisang yang direbus dan digoreng tentu sudah biasa. Bagaimana jadinya jika panganan kampung itu diubah sebagai camilan berkelas?
Ya, di tangan Agustina Herlina, warga Jalan Nangka Raya 29, Lamper Kidul, Semarang, makanan tersebut diubah menjadi berkelas. Yaitu stik renyah ubi jalar, sirup dan abon yang dihasilkannya sejak tahun 2001.
’’Selama ini ubi jalar hanya dimasak menjadi kolak, digoreng atau direbus, sehingga tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kemudian saya mencoba untuk berinovasi menjadikan ubi sebagai camilan stik renyah dan sirup,’’ kata Agustina.
Agustina ingin menambah keanekaragaman makanan camilan di kota Semarang. Masyarakat Semarang, kata dia, tentu sangat mengenal ubi jalar. Popularitasnya sebagai panganan sejajar dengan singkong, pisang dan sejenisnya. Namun ubi jalar memiliki ciri khas sendiri, dapat pula dijadikan menjadi stik yang renyah dan gurih.
Stik menjadi salah satu produk yang paling diminati, utamanya anak-anak. Proses pembuatannya pun cukup rumit. Menurut ibu dari dua putra ini, ubi jalar yang sudah dipilih lalu dikupas dan dibersihkan. Yang perlu diingat, ubi jalar yang dipilih adalah ubi yang memiliki kualitas bagus dengan tekstur halus sehingga saat diolah lebih bagus dan mudah. Khusus untuk mencari ubi jalar berkualitas nomer satu itu, Agustina berburu hingga Ungaran dan sekitarnya.
“Di daerah Ungaran kan lahan pertanian masih luas sehingga di sana masih banyak lahan ubi jalar,” katanya.
Setelah dikuliti dan dibersihkan, ubi itu kemudian dipotong dengan menggunakan mesin yang dibelinya seharga Rp 15 juta. Proses pemotongan ini akan memisahkan mana ubi yang memiliki potongan bagus dan mana yang tidak. Yang bagus ini kemudian disortir dan dimasukan ke proses coating atau memberi lapisan pada ubi jalar. Lapisan yang digunakan biasanya tepung beras atau jagung. Hal ini dilakukan agar saat digoreng ubi jalar tidak rusak.
“Ubi jalar itu pengelolaannya tidak gampang butuh perhatian dan keseriusan, rusak sedikit, rasanya sudah lain,” terangnya.
Dalam satu minggu dibutuhkan sekitar 500 kilogram ubi jalar berkualitas bagus untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk 100 kilogram atau satu kwintal ubi jalar, bisa diolah menjadi 200 kemasan stik.
Setiap kemasan dengan berat masing-masing mulai 450 gram. Sedangkan minyak goreng yang dibutuhkan sekitar 5 liter tiap 100 kilogramnya. Untuk kemasan, dia menggunakan mesin pengemasan otomatis sehingga lebih kuat dan stiknya bisa lebih awet.
“Pengemasan merupakan salah satu proses yang penting dalam produksi, makanya saya pilih menggunakan mesin sealer otomatis yang bisa diatur hingga suhunya mencapai 150 derajat celsius. Selain itu plastik yang digunakan tidak sembarangan yakni menggunakan yang berbahan baku polyethylene yang tahan hingga suhunya 80 derajat celsius atau bau menyengat,’’ papar Agustina.
Berkat inovasi, ketekunan dan kerja kerasnya usahanya semakin sukses dan berkembang. Produksinya mulai merambah ke beberapa daerah. Selain sejumlah pasar tradisional, supermarket dan retail modern pun juga menampung hasil produksinya. ’’Saya berharap produk yang saya hasilkan bisa dikonsumsi masyarakat luas. Untuk meningkatkan usaha saya ini, ke depannya akan mencoba menggali ide untuk inovasi produk lagi,’’ terang dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar