Merintis usaha sejak tahun 2006, Dede Sulaiman kini sukses mengelola bisnis dekorasi bento. Di bawah bendera usaha My Bento, bisnisnya berkembang dengan omzet mencapai Rp 1,5 miliar per bulan, dengan laba 30%.
Omzet sebesar itu didapat dari 15 gerai bento miliknya yang tersebar di Karawang, Depok, Garut, Subang dan Indramayu. Itu belum termasuk 55 gerai My Bento milik para mitra usahanya yang tersebar di berbagai daerah.
Maklumlah, usaha yang berbasis di Pondok Gede, Jakarta Timur ini sudah menawarkan kemitraan sejak tahun 2007 silam. Dalam kerja sama kemitraan ini ia menawarkan paket booth, indoor, dan restoran.
Menurut Dede, bento disukai karena rasanya yang cocok dengan lidah masyarakat Indonesia. Dengan dihias, penggemar bento pun semakin banyak.
Namun, untuk menarik minat konsumen, hiasan bento harus benar-benar unik dan menyedot perhatian konsumen. Selama ini, Dede banyak menyajikan hiasan bento berdasarkan tema-tema tertentu, seperti ulang tahun, acara kantor, sunatan, launching produk dan pesta-pesta lainnya.
"Menghias bento sesuai dengan tema tertentu tidaklah gampang," katanya.
Dede bilang, seni menghias bento membutuhkan keterampilan dan pengalaman. Agar karyawannya dapat menghias bento sesuai permintaan konsumen, ia pun kerap memberikan pelatihan secara intensif dan terus-menerus.
Hingga saat ini, total karyawan yang bekerja di gerai My Bento sudah 450 orang. Setiap gerai memiliki enam sampai 10 karyawan. "Para karyawan ini harus diperkuat keahliannya menghias bento," ujarnya.
Kendati persaingan makin ketat, Dede mengaku potensi pasar bento masih besar. Ia bisa sukses mengelola bisnis ini karena rajin membuka jaringan hingga ke daerah-daerah di luar Jabodetabek. Sampai saat ini, jaringan bisnisnya sudah mencapai Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Dede memilih fokus memperkuat jaringan di daerah karena persaingannya yang belum begitu ketat. Selain itu, "Bento juga sangat diminati di daerah-daerah," katanya.
Dede menawarkan sejumlah menu dengan dekorasi yang berbeda-beda, seperti tepanyaki, chicken katsu, tempura, dan yakiniku. Agar produknya diminati banyak orang, Dede memakai bumbu dan bahan baku yang halal serta bercita rasa lokal, seperti menggunakan rempah-rempah tradisional.
MESIN ROTI, MESIN BAKERY & UTENSILL, SPARE PART MESIN ROTI, BONGKAR PASANG ROTARY OVEN
Rabu, 27 Juni 2012
RAUP RP 1,5 MILLIAR DARI MY BENTO
Label:
info alat roti,
Info pameran roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Minggu, 24 Juni 2012
DULU GEMAR MAKAN ROTI, KINI JADI JURAGAN ROTI
Berawal dari kesukaan menyantap roti, Maya Donna sukses menjadi salah satu produsen roti ternama di Palembang. Omzetnya dalam sebulan mencapai Rp 200 juta. Dengan 25 karyawan, ia memproduksi ribuan roti saban hari.
Berangkat dari hobi, Maya Donna sukses mengembangkan usaha pembuatan roti di Palembang, Sumatra Selatan. Di bawah bendera usaha CV Adya Pratama, ia memproduksi roti dengan merek My Bakery. Dalam sehari, ia memproduksi sebanyak 1.000 roti manis aneka rasa, 500 roti kombinasi, 250 bungkus roti tawar, serta puluhan snack dan kue lain untuk keperluan meeting dan acara lainnya. "Kami juga sering melayani pesanan kue blackforest setiap hari," ujar ibu dua putri ini.
Untuk membuat roti sebanyak itu, Maya dibantu 25 karyawan dan menghabiskan sekitar 175 kilogram tepung terigu per hari. Guna menopang penjualan, dia membuka delapan gerai di Kota Pempek itu.
Dua dari delapan gerai itu adalah milik Maya. Sisanya kepunyaan teman dan kerabat yang menjadi mitra usahanya. "Kebetulan sejak awal 2012 lalu saya membuka kemitraan terbatas," katanya seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Maya mengaku, dari seluruh roti yang ia bikin, sekitar 90%-nya habis terjual setiap harinya. Dengan harga jual sekitar Rp 5.000 per pieces, dia meraup omzet Rp 7 juta - Rp 8 juta sehari, atau rata-rata Rp 200 juta sebulan. Sayang, ia tak menyebut berapa laba yang diperolehnya dari usaha ini.
Selain menjual lewat gerainya, Maya juga menitipkan produk rotinya ke beberapa toko kelontong di sekitar Palembang. "Kami bersyukur cara itu sejauh ini cukup efektif mendongkrak penjualan," ungkap istri Ardiansyah ini.
Atas prestasinya itu, Maya pun masuk sebagai finalis Wirausaha Muda Mandiri 2012 yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri.
Sebelum merintis usaha ini, Maya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan penghasil tepung terigu. Di perusahaan itu, ia bekerja selama dua tahun, sebelum akhirnya memilih untuk mundur dan memulai bisnis roti dari nol. "Kebetulan saat itu saya punya anak bayi berusia lima bulan, sehingga tak memungkinkan untuk ditinggal bekerja," tutur Maya.
Bisnis roti ini Maya rintis sejak Mei 2008 lalu. Usaha tersebut dia pilih karena sejak kecil doyan makan roti. Tidak hanya penyuka roti, ia juga hobi membuat aneka kue dan roti.
Sebagai penyuka roti, dia melihat di kotanya belum ada produsen roti yang membidik konsumen kelas menengah. Kebanyakan, hanya menyasar kalangan bawah dan atas.
Untuk kalangan atas, produk roti di Palembang dijual dengan harga paling murah Rp 8.000 per pieces. Sementara untuk kelas bawah dibanderol seharga Rp 1.500 per pieces.
Karena belum ada yang fokus menggarap segmen menengah, Maya kemudian memutuskan untuk mengisi kekosongan pasar itu. Di segmen pasar ini, ia menjual rotinya di kisaran harga Rp 5.000 per pieces. "Roti untuk kalangan menengah adalah roti yang murah, enak, dengan kemasan yang menarik," jelasnya.
Setelah empat tahun berjalan, roti buatan Maya kini semakin diminati warga Palembang dan sekitarnya. Merek rotinya pun mulai dikenal masyarakat.
Berangkat dari hobi, Maya Donna sukses mengembangkan usaha pembuatan roti di Palembang, Sumatra Selatan. Di bawah bendera usaha CV Adya Pratama, ia memproduksi roti dengan merek My Bakery. Dalam sehari, ia memproduksi sebanyak 1.000 roti manis aneka rasa, 500 roti kombinasi, 250 bungkus roti tawar, serta puluhan snack dan kue lain untuk keperluan meeting dan acara lainnya. "Kami juga sering melayani pesanan kue blackforest setiap hari," ujar ibu dua putri ini.
Untuk membuat roti sebanyak itu, Maya dibantu 25 karyawan dan menghabiskan sekitar 175 kilogram tepung terigu per hari. Guna menopang penjualan, dia membuka delapan gerai di Kota Pempek itu.
Dua dari delapan gerai itu adalah milik Maya. Sisanya kepunyaan teman dan kerabat yang menjadi mitra usahanya. "Kebetulan sejak awal 2012 lalu saya membuka kemitraan terbatas," katanya seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Maya mengaku, dari seluruh roti yang ia bikin, sekitar 90%-nya habis terjual setiap harinya. Dengan harga jual sekitar Rp 5.000 per pieces, dia meraup omzet Rp 7 juta - Rp 8 juta sehari, atau rata-rata Rp 200 juta sebulan. Sayang, ia tak menyebut berapa laba yang diperolehnya dari usaha ini.
Selain menjual lewat gerainya, Maya juga menitipkan produk rotinya ke beberapa toko kelontong di sekitar Palembang. "Kami bersyukur cara itu sejauh ini cukup efektif mendongkrak penjualan," ungkap istri Ardiansyah ini.
Atas prestasinya itu, Maya pun masuk sebagai finalis Wirausaha Muda Mandiri 2012 yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri.
Sebelum merintis usaha ini, Maya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan penghasil tepung terigu. Di perusahaan itu, ia bekerja selama dua tahun, sebelum akhirnya memilih untuk mundur dan memulai bisnis roti dari nol. "Kebetulan saat itu saya punya anak bayi berusia lima bulan, sehingga tak memungkinkan untuk ditinggal bekerja," tutur Maya.
Bisnis roti ini Maya rintis sejak Mei 2008 lalu. Usaha tersebut dia pilih karena sejak kecil doyan makan roti. Tidak hanya penyuka roti, ia juga hobi membuat aneka kue dan roti.
Sebagai penyuka roti, dia melihat di kotanya belum ada produsen roti yang membidik konsumen kelas menengah. Kebanyakan, hanya menyasar kalangan bawah dan atas.
Untuk kalangan atas, produk roti di Palembang dijual dengan harga paling murah Rp 8.000 per pieces. Sementara untuk kelas bawah dibanderol seharga Rp 1.500 per pieces.
Karena belum ada yang fokus menggarap segmen menengah, Maya kemudian memutuskan untuk mengisi kekosongan pasar itu. Di segmen pasar ini, ia menjual rotinya di kisaran harga Rp 5.000 per pieces. "Roti untuk kalangan menengah adalah roti yang murah, enak, dengan kemasan yang menarik," jelasnya.
Setelah empat tahun berjalan, roti buatan Maya kini semakin diminati warga Palembang dan sekitarnya. Merek rotinya pun mulai dikenal masyarakat.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Kamis, 21 Juni 2012
PUNYA NIAT BERWIRAUSAHA? LAKUKAN 4 HAL INI
Tidak jarang kita sering menjumpai seseorang yang mengatakan, "Saya akan mencoba berwirausaha suatu saat nanti." Tetapi ketika ditanya di lain waktu, orang tersebut masih mengatakan "suatu saat nanti." Alhasil mayoritas dari mereka justru tidak pernah mewujudkan niatnya tersebut.
Kebanyakan dari orang kerap dibayangi oleh kekhawatiran akan risiko ini itu. Pikiran orang bahwa usahanya akan gagal sering kali lebih besar ketimbang keinginannya untuk menjadi pengusaha. Menurut Forbes, kemampuan untuk mengambil risiko untuk berwirausaha, sangat sedikit hubungannya dengan kepribadian seseorang. Mengambil risiko untuk berwirausaha lebih besar hubungannya terhadap bagaimana kemampuan aksebilitas dan bagaimana dia mengenal pengalaman berwirausaha.
Mereka yang dapat membayangkan dirinya sedang menjalankan bisnis, dialah yang sering bisa mewujudkan niat wirausahanya. Sedangkan mereka yang selalu dibayangi kekhwatiran bahwa wirausaha adalah sebuah hal yang menakutkan, yang penuh risiko, akhirnya tidak pernah mewujudkan niatnya.
Berikut empat tips yang diharapkan bisa membantu mewujudkan niat wirausaha Anda:
Pertama, cari teman-teman baru. Salah satu cara terbaik untuk mempelajari wirausaha adalah dengan berteman dengan sejumlah pengusaha. Tidak musti berteman dengan pengusaha yang kaya, tetapi bertemanlah dengan pelaku usaha yang biasa di mana dia bekerja untuk dirinya sendiri. Mulai dengan bergaul dengan pengusaha yang dekat dengan tempat tinggal Anda. Itu bisa membantu menciptakan pemikiran, "Jika mereka bisa, maka saya juga."
Bertemulah dengan pelaku usaha dari berbagai industri. Semakin beragam gaya kewirausahaan yang ditemui, maka semakin kaya pengalaman kita.
Lantas bagaimana jika kita tidak kenal satu orang pun pengusaha? Mulailah bertanya dengan orang-orang untuk mengenalkan Anda ke sejumlah pengusaha. Bisa juga dengan mengikuti sebuah kelompok lewat LinkedIn atau Facebook. Cari teman pelaku usaha dari sana. Siapa tahu Anda bisa banyak bertemu pengusaha lewat jejaring sosial tersebut.
Kedua, pilih sejumlah pelaku usaha sebagai panutan. Pelaku usaha yang dijadikan contoh kiranya yang sudah terbukti kesuksesannya di dunia usaha. Mungkin kita tidak bisa berbincang dengan mereka secara dekat, tapi kita bisa melakukan analisa kesuksesannya. Kita bisa memilih sejumlah merek ataupun perusahaan yang kita sukai.
Lalu, coba telaah pemilik usahanya melalui banyak hal seperti situs perusahaannya dan profil pengusahanya di media atau artikel lainnya. Bahkan mungkin ada buku mengenai otobiografi pengusaha tersebut yang bisa kita baca. Pelajari kepribadiannya dan gaya kepemimpinannya yang telah sedemikian rupa membentuk mereka atau perusahaan yang dijalankannya.
Ketiga, coba senangi bisnis kecil sebagai seorang pelanggan. Selain berteman dengan pengusaha, penting juga untuk berhubungan dengan bisnisnya. Tidak perlu langsung berpikir sebuah bisnis besar. Coba lirik sebuah bisnis kecil atau bisnis yang baru saja dimulai yang Anda sukai.
Cari tahu pengalaman atau cerita pemilik usahanya. Apa yang mereka lakukan untuk menjadi berbeda. Lantas berpikirlah sebagai seorang konsumen karena dengan cara itu Anda bisa tahu apa yang menarik yang kiranya bisa diambil sebagai masukan untuk usaha Anda.
Keempat, melawan mitos berbicara bisnis. Maksudnya, sering kali calon pelaku usaha berpikir bahwa dibutuhkan pengetahuan dan keahlian yang mumpuni untuk memulai usaha. Padahal tidak perlu menjadi lulusan MBA untuk berwirausaha.
Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan berbisnis? Coba berlangganan sebuah majalah bisnis dan baca sesuatu yang Anda suka. Melalui hal itu, Anda bisa melihat bagaimana seseorang mengembangkan bisnisnya ataupun bagaimana menangani suatu masalah dalam berbisnis.
Jika Anda telah mulai berteman dengan pelaku usaha, belajar banyak dengan membaca apa pun, berpikir lebih mengenai seperti apa menjadi seorang pengusaha, maka Anda akan tahu bahwa berbisnis tidak semenakutkan yang Anda pikir selama ini. Anda pun tidak perlu menunggu suatu waktu untuk menjadi wirausahawan, tapi sesegera mungkin.
Kebanyakan dari orang kerap dibayangi oleh kekhawatiran akan risiko ini itu. Pikiran orang bahwa usahanya akan gagal sering kali lebih besar ketimbang keinginannya untuk menjadi pengusaha. Menurut Forbes, kemampuan untuk mengambil risiko untuk berwirausaha, sangat sedikit hubungannya dengan kepribadian seseorang. Mengambil risiko untuk berwirausaha lebih besar hubungannya terhadap bagaimana kemampuan aksebilitas dan bagaimana dia mengenal pengalaman berwirausaha.
Mereka yang dapat membayangkan dirinya sedang menjalankan bisnis, dialah yang sering bisa mewujudkan niat wirausahanya. Sedangkan mereka yang selalu dibayangi kekhwatiran bahwa wirausaha adalah sebuah hal yang menakutkan, yang penuh risiko, akhirnya tidak pernah mewujudkan niatnya.
Berikut empat tips yang diharapkan bisa membantu mewujudkan niat wirausaha Anda:
Pertama, cari teman-teman baru. Salah satu cara terbaik untuk mempelajari wirausaha adalah dengan berteman dengan sejumlah pengusaha. Tidak musti berteman dengan pengusaha yang kaya, tetapi bertemanlah dengan pelaku usaha yang biasa di mana dia bekerja untuk dirinya sendiri. Mulai dengan bergaul dengan pengusaha yang dekat dengan tempat tinggal Anda. Itu bisa membantu menciptakan pemikiran, "Jika mereka bisa, maka saya juga."
Bertemulah dengan pelaku usaha dari berbagai industri. Semakin beragam gaya kewirausahaan yang ditemui, maka semakin kaya pengalaman kita.
Lantas bagaimana jika kita tidak kenal satu orang pun pengusaha? Mulailah bertanya dengan orang-orang untuk mengenalkan Anda ke sejumlah pengusaha. Bisa juga dengan mengikuti sebuah kelompok lewat LinkedIn atau Facebook. Cari teman pelaku usaha dari sana. Siapa tahu Anda bisa banyak bertemu pengusaha lewat jejaring sosial tersebut.
Kedua, pilih sejumlah pelaku usaha sebagai panutan. Pelaku usaha yang dijadikan contoh kiranya yang sudah terbukti kesuksesannya di dunia usaha. Mungkin kita tidak bisa berbincang dengan mereka secara dekat, tapi kita bisa melakukan analisa kesuksesannya. Kita bisa memilih sejumlah merek ataupun perusahaan yang kita sukai.
Lalu, coba telaah pemilik usahanya melalui banyak hal seperti situs perusahaannya dan profil pengusahanya di media atau artikel lainnya. Bahkan mungkin ada buku mengenai otobiografi pengusaha tersebut yang bisa kita baca. Pelajari kepribadiannya dan gaya kepemimpinannya yang telah sedemikian rupa membentuk mereka atau perusahaan yang dijalankannya.
Ketiga, coba senangi bisnis kecil sebagai seorang pelanggan. Selain berteman dengan pengusaha, penting juga untuk berhubungan dengan bisnisnya. Tidak perlu langsung berpikir sebuah bisnis besar. Coba lirik sebuah bisnis kecil atau bisnis yang baru saja dimulai yang Anda sukai.
Cari tahu pengalaman atau cerita pemilik usahanya. Apa yang mereka lakukan untuk menjadi berbeda. Lantas berpikirlah sebagai seorang konsumen karena dengan cara itu Anda bisa tahu apa yang menarik yang kiranya bisa diambil sebagai masukan untuk usaha Anda.
Keempat, melawan mitos berbicara bisnis. Maksudnya, sering kali calon pelaku usaha berpikir bahwa dibutuhkan pengetahuan dan keahlian yang mumpuni untuk memulai usaha. Padahal tidak perlu menjadi lulusan MBA untuk berwirausaha.
Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan berbisnis? Coba berlangganan sebuah majalah bisnis dan baca sesuatu yang Anda suka. Melalui hal itu, Anda bisa melihat bagaimana seseorang mengembangkan bisnisnya ataupun bagaimana menangani suatu masalah dalam berbisnis.
Jika Anda telah mulai berteman dengan pelaku usaha, belajar banyak dengan membaca apa pun, berpikir lebih mengenai seperti apa menjadi seorang pengusaha, maka Anda akan tahu bahwa berbisnis tidak semenakutkan yang Anda pikir selama ini. Anda pun tidak perlu menunggu suatu waktu untuk menjadi wirausahawan, tapi sesegera mungkin.
Label:
bisnis roti,
info alat roti,
Info pameran roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Senin, 18 Juni 2012
MENYALURKAN HOBI DENGAN BERBISNIS ANEKA KUE
Berawal dari hobi, Suhartina mengawali bisnis roti manis dan aneka cake.
Suhartina Mursido lahir di kota Lampung, 45 tahun lalu. Sejak duduk di bangku sekolah menengah bu Tina begitu panggilan akrabnya sangat gemar dalam membuat kue-kue. Namun, kegemarannya itu belum sampai terpikir untuk dijadikan sebuah peluang usaha yang menjanjikan. Setelah menikah, ibu dua putra ini tetap meneruskan hobinya hingga para tetanggapun mencicipi kue buatannya. Beberapa tetangga akhirnya mempercayakan kualitas kue yang lezat di tangan bu Tina. Mulai dari sana, tepatnya tahun 2000 saat lebaran ataupun hari-hari besar lainnya, bu Tina mulai disibukkan dengan membuat kue-kue pesanan para tetangganya. Didik Mursido adalah suami yang sangat mendukung hoby istrinya dalam menyalurkan hoby dengan berbisnis aneka kue. Dengan alasan tersebut maka, Pak Didik memutuskan untuk pensiun dini dan membantu segenap jiwa raga untuk berbisnis kue dengan istrinya.
Tahun 2006 pak Didik dan bu Tina, benar-benar mulai menekuni bisnis yang sekaligus hobinya itu. Bisnis yang awalnya hobi kini dijadikannya bisnis profesi. Dengan modal awal sekitar 35 juta yang dialokasikan untuk merenovasi rumah yang sebagai tempat tinggal juga ditambah fungsinya sekaligus menjadi rumah produksi aneka kue, selanjutnya membeli peralatan yang mendukung dalam pembuatan kue, membeli sebuah sepeda motor untuk kemudahan dalam memasarkan produknya dan sisanya untuk membeli bahan baku.
Untuk menunjang keterampilannya dalam membuat kue, bu Tina sering mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus pembuatan aneka macam kue. Selain membuat kue-kue kering, bu Tina juga pandai membuat tart, kue manis, bolu, sifon, donat dan juga menerima pesanan snack. Untuk pendapatan sehari-harinya bu Tina dan pak Didik menjual roti manis dan roti sobek aneka rasa mulai dari rasa coklat, strawberry, nanas, moca dll. dengan bentuk roti yang beraneka ragam dan unik. Harganyapun sangat terjangkau hanya Rp 1.500,. saja. Kini pak Didik telah menitipkan rotinya pada 90 toko di daerah Sleman.
Proses pembelajaran yang panjang dalam memulai bisnis roti dan kue ini, serta pengalaman yang banyak dalam membuat kue dan cake. Membuat usaha roti, kue dan cake Kitta ini bertahap semakin berkembang hingga mampu membuat outlet kecil dan sederhana di teras rumahnya. Meskipun begitu, pak Didik dan istri sangat bersyukur karena semakin bertambah saja pelanggannya ataupun reseller yang suka dengan produknya. Namun ada kekhawatiran tersendiri yang menghampiri pasangan suami istri ini, yakni bila sampai pelanggannya semakin meningkat dan belum mampu melayani dengan baik. Karena selama ini, bisnis kue Kitta ditangani oleh 3 orang saja. Dan kendala yang dihadapi adalah kekurangan tenaga kerja yang memadai, tempat produksi yang sempit sehingga menyulitkan ketika sudah kebanjiran pesanan, peralatan yang seadanya dan modal yang terbatas. Sehingga merasa kesulitan dalam memenuhi pesanan yang sangat banyak. Jadi pak Didik masih membatasi wilayah pemasarannya dan pesanannya saat-saat Idul Fitri akan tiba.
Suhartina Mursido lahir di kota Lampung, 45 tahun lalu. Sejak duduk di bangku sekolah menengah bu Tina begitu panggilan akrabnya sangat gemar dalam membuat kue-kue. Namun, kegemarannya itu belum sampai terpikir untuk dijadikan sebuah peluang usaha yang menjanjikan. Setelah menikah, ibu dua putra ini tetap meneruskan hobinya hingga para tetanggapun mencicipi kue buatannya. Beberapa tetangga akhirnya mempercayakan kualitas kue yang lezat di tangan bu Tina. Mulai dari sana, tepatnya tahun 2000 saat lebaran ataupun hari-hari besar lainnya, bu Tina mulai disibukkan dengan membuat kue-kue pesanan para tetangganya. Didik Mursido adalah suami yang sangat mendukung hoby istrinya dalam menyalurkan hoby dengan berbisnis aneka kue. Dengan alasan tersebut maka, Pak Didik memutuskan untuk pensiun dini dan membantu segenap jiwa raga untuk berbisnis kue dengan istrinya.
Tahun 2006 pak Didik dan bu Tina, benar-benar mulai menekuni bisnis yang sekaligus hobinya itu. Bisnis yang awalnya hobi kini dijadikannya bisnis profesi. Dengan modal awal sekitar 35 juta yang dialokasikan untuk merenovasi rumah yang sebagai tempat tinggal juga ditambah fungsinya sekaligus menjadi rumah produksi aneka kue, selanjutnya membeli peralatan yang mendukung dalam pembuatan kue, membeli sebuah sepeda motor untuk kemudahan dalam memasarkan produknya dan sisanya untuk membeli bahan baku.
Untuk menunjang keterampilannya dalam membuat kue, bu Tina sering mengikuti pelatihan-pelatihan atau kursus pembuatan aneka macam kue. Selain membuat kue-kue kering, bu Tina juga pandai membuat tart, kue manis, bolu, sifon, donat dan juga menerima pesanan snack. Untuk pendapatan sehari-harinya bu Tina dan pak Didik menjual roti manis dan roti sobek aneka rasa mulai dari rasa coklat, strawberry, nanas, moca dll. dengan bentuk roti yang beraneka ragam dan unik. Harganyapun sangat terjangkau hanya Rp 1.500,. saja. Kini pak Didik telah menitipkan rotinya pada 90 toko di daerah Sleman.
Proses pembelajaran yang panjang dalam memulai bisnis roti dan kue ini, serta pengalaman yang banyak dalam membuat kue dan cake. Membuat usaha roti, kue dan cake Kitta ini bertahap semakin berkembang hingga mampu membuat outlet kecil dan sederhana di teras rumahnya. Meskipun begitu, pak Didik dan istri sangat bersyukur karena semakin bertambah saja pelanggannya ataupun reseller yang suka dengan produknya. Namun ada kekhawatiran tersendiri yang menghampiri pasangan suami istri ini, yakni bila sampai pelanggannya semakin meningkat dan belum mampu melayani dengan baik. Karena selama ini, bisnis kue Kitta ditangani oleh 3 orang saja. Dan kendala yang dihadapi adalah kekurangan tenaga kerja yang memadai, tempat produksi yang sempit sehingga menyulitkan ketika sudah kebanjiran pesanan, peralatan yang seadanya dan modal yang terbatas. Sehingga merasa kesulitan dalam memenuhi pesanan yang sangat banyak. Jadi pak Didik masih membatasi wilayah pemasarannya dan pesanannya saat-saat Idul Fitri akan tiba.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti,
usaha sampingan
Jumat, 15 Juni 2012
BROWNIES COOKIES, CAMILAN UNIK YANG LARIS MANIS
Perkembangan industri kuliner yang semakin moncer, mendorong para pelaku usaha untuk terus bergerilya menciptakan produk-produk baru yang inovatif. Salah satunya seperti inovasi brownies cookies yang diluncurkan Ira Puspita Dewi, warga Jl. Kliningan No.17 Bandung, Jawa Barat yang berhasil menjangkau pasar nasional maupun pasar internasional.
Meskipun aneka macam jenis brownies telah menjamur di kalangan masyarakat umum, namun Ira tidak kehabisan akal untuk menciptakan peluang baru yang belum pernah ada sebelumnya. Melihat selama ini hanya ada brownies kukus maupun brownies panggang yang banyak beredar di kalangan masyarakat, Ira mencoba membuat terobosan baru brownies cookies yang memiliki cita rasa unik dan didukung dengan tampilan kemasan yang cukup menarik.
Mengawali bisnisnya pada tahun 2008 silam, Ira memperkenalkan Smile Cookies sebagai brand produknya dan menawarkan dua produk unggulan yang sangat menawan. Yakni brownies cookies original dengan cita rasa coklat yang cukup pekat, serta cinnamon cookies yang menawarkan kesegaran kayu manis dengan tambahan manisan kulit jeruk, buah cerry, maupun kismis.
Selain menawarkan dua produk unggulan dengan cita rasa yang cukup unik, istri Iwan Setiawan ini mengemas produknya dengan toples atau tabung composite can untuk meningkatkan nilai jual produk yang ditawarkan. Strategi bisnis ini ternyata cukup efektif, bila dulunya Smile Cookies yang dikemas dengan plastik kurang diminati para konsumen, sekarang ini produk Ira terlihat semakin eksklusif dengan kemasan kaleng dan digemari kalangan anak muda, orang tua, hingga para pemilik toko kue yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Dengan harga jual Rp 25.000,00/pcs, sekarang ini Smile Cookies mulai dipasarkan ke sejumlah kota besar di Indonesia dan menjangkau beberapa negara tetangga di Asia. Sebut saja seperti Jakarta, Bekasi, Bogor, Purwakarta, Depok, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Bengkulu, Kalimantan, Sulawesi, Batam, Papua, hingga mulai menjajaki pasar Malaysia dan Singapura. Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar, sedikitnya Ira bisa memproduksi Smile Cookies sekitar 150-200 tabung composite can per hari atau sekitar 2.500 composite can brownies cookies dan cinnamon cookies setiap bulannya.
Dari bisnis tersebut, Smile Cookies bisa mendapatkan omset usaha sekitar Rp 450 juta sampai Rp 500 juta setiap tahunnya, dan menerima laba bersih sekitar 40% dari seluruh omset yang mereka dapatkan.
Meskipun aneka macam jenis brownies telah menjamur di kalangan masyarakat umum, namun Ira tidak kehabisan akal untuk menciptakan peluang baru yang belum pernah ada sebelumnya. Melihat selama ini hanya ada brownies kukus maupun brownies panggang yang banyak beredar di kalangan masyarakat, Ira mencoba membuat terobosan baru brownies cookies yang memiliki cita rasa unik dan didukung dengan tampilan kemasan yang cukup menarik.
Mengawali bisnisnya pada tahun 2008 silam, Ira memperkenalkan Smile Cookies sebagai brand produknya dan menawarkan dua produk unggulan yang sangat menawan. Yakni brownies cookies original dengan cita rasa coklat yang cukup pekat, serta cinnamon cookies yang menawarkan kesegaran kayu manis dengan tambahan manisan kulit jeruk, buah cerry, maupun kismis.
Selain menawarkan dua produk unggulan dengan cita rasa yang cukup unik, istri Iwan Setiawan ini mengemas produknya dengan toples atau tabung composite can untuk meningkatkan nilai jual produk yang ditawarkan. Strategi bisnis ini ternyata cukup efektif, bila dulunya Smile Cookies yang dikemas dengan plastik kurang diminati para konsumen, sekarang ini produk Ira terlihat semakin eksklusif dengan kemasan kaleng dan digemari kalangan anak muda, orang tua, hingga para pemilik toko kue yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.
Dengan harga jual Rp 25.000,00/pcs, sekarang ini Smile Cookies mulai dipasarkan ke sejumlah kota besar di Indonesia dan menjangkau beberapa negara tetangga di Asia. Sebut saja seperti Jakarta, Bekasi, Bogor, Purwakarta, Depok, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Bengkulu, Kalimantan, Sulawesi, Batam, Papua, hingga mulai menjajaki pasar Malaysia dan Singapura. Untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar, sedikitnya Ira bisa memproduksi Smile Cookies sekitar 150-200 tabung composite can per hari atau sekitar 2.500 composite can brownies cookies dan cinnamon cookies setiap bulannya.
Dari bisnis tersebut, Smile Cookies bisa mendapatkan omset usaha sekitar Rp 450 juta sampai Rp 500 juta setiap tahunnya, dan menerima laba bersih sekitar 40% dari seluruh omset yang mereka dapatkan.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Katalog Produk,
Kiat Bisnis Roti,
Kiat sukses,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
narasi bebas,
oven roti,
proofer,
resep roti,
usaha sampingan
Selasa, 12 Juni 2012
BROWNIES KUKUS, KISAH SUKSES BISNIS RUMAHAN
Kelezatan brownies kukus ternyata tidak hanya berhasil memikat lidah masyarakat luas, makanan ini ternyata juga memberikan sejarah penting bagi Hj. Sumiwiludjeng dan suaminya H. Sjukur Bc.AP dalam mengawali kisah suksesnya menjalankan bisnis rumahan.
Tentu Anda sudah tidak asing lagi bila mendengar produk brownies kukus dengan merek “Amanda”. Produk yang dulu dikenal sebagai oleh-oleh khas Bandung ini, sekarang gerai dan tokonya sudah bisa diperoleh di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya dan Medan. Namun siapa sangka bila kesuksesan Amanda yang kini telah berhasil membuka gerai di berbagai kota sampai memiliki pabrik kue, berasal dari bisnis rumahan yang dulunya hanya dikerjakan Sumi dan dibantu anggota keluarganya.
Mengawali bisnis sesuai dengan minat dan bakat, memang merupakan alternatif tepat untuk bisa sukses menjalankan sebuah bisnis. Bermodalkan kemampuan memasak yang didapatkan Sumi ketika mengenyam Pendidikan Kesejahteraan dan Keluarga di IKIP Jakarta, Ia menjalankan bisnis katering rumahan dengan menerima pesanan kue dan makanan untuk acara-acara tertentu.
Di akhir tahun 1999 Sumi mencoba resep kue bolu kukus yang didapatkan dari salah seorang saudaranya. Ia mencoba resep tersebut hingga berulang-ulang, sampai akhirnya menemukan takaran yang pas untuk bolu kukus tersebut. Dibantu oleh putra sulungnya Joko Ervianto beserta istrinya (Atin), Sumi menawarkan bolu kukus cokelat tersebut sebagai salah satu menu di katering mereka. Berkat kelezatan dan cita rasa bolu kukus cokelat yang unik, produk tersebut dengan mudahnya diminati para konsumen.
Melihat permintaan pasar akan produk tersebut sangatlah bagus, pada tahun 2000 keluarga Sumi memutuskan untuk membuka usaha brownies kukus dengan menggunakan merek Amanda. Nama tersebut merupakan singkatan dari Anak Mantu Damai, yang artinya mengharapkan anak dan menantu bisa selalu hidup rukun dan damai.
Langkah Awal memasarkan brownies kukus Amanda ternyata tidak semulus yang dibayangkan Sumi beserta anak dan mantunya, kios usaha yang dibuka di komplek pertokoan Metro Bandung harus tergusur setelah pertokoan tersebut terbakar. Hingga akhirnya mereka memindah usaha kue tersebut dengan menyewa tempat di kawasan Jl. Tata Surya Bandung. Cobaan tersebut tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap menjalankan bisnis brownies kukus, dengan lokasi usaha yang baru mereka juga merasa tertantang untuk bisa mendapatkan pelanggan baru.
Merintis usaha kembali di tempat baru, ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi Amanda. Tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan konsumen baru, bahkan minat konsumen semakin meningkat setelah mereka pindah di lokasi baru. Brownies yang diproduksi setiap harinya selalu habis dibeli konsumen, dan tak jarang banyak konsumen yang harus kecewa karena brownies kukus yang ingin dibelinya sudah habis terjual.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, membuat tempat usaha yang mereka tempati sudah tidak memenuhi kapasitas produksi. Tahun 2002 Sumi dan keluarganya berpindah lagi ke lokasi usaha baru di Jl. Rancabolang Bandung. Mengulangi kesuksesan di tahun sebelumnya, dari lokasi yang baru kesuksesan brownies kukus Amanda menunjukan kemajuan yang luar biasa. Lokasi yang strategis dan didukung dengan cita rasa brownies kukus yang lezat, mengantarkan bisnis yang dulunya hanya dikerjakan di rumah kini menjadi industri kue yang sangat sukses. Dan pada tahun 2004, merek brownies kukus Amanda resmi dipatenkan menjadi brand produk kue buatan Sumi dan keluarganya.
Dibantu para menantu dan ketiga putranya Joko Ervianto, Andi Darmansyah, dan Sugeng Cahyono, kini brownies kukus Amanda sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota. Dengan menawarkan lebih dari dua puluh varian produk, saat ini penjualan produk Amanda bisa mencapai ribuan kotak untuk setiap harinya di masing-masing cabang. Anda bisa bayangkan bukan, berapa besar keuntungan yang diperoleh keluarga Sumi setiap bulannya?
Tentu Anda sudah tidak asing lagi bila mendengar produk brownies kukus dengan merek “Amanda”. Produk yang dulu dikenal sebagai oleh-oleh khas Bandung ini, sekarang gerai dan tokonya sudah bisa diperoleh di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya dan Medan. Namun siapa sangka bila kesuksesan Amanda yang kini telah berhasil membuka gerai di berbagai kota sampai memiliki pabrik kue, berasal dari bisnis rumahan yang dulunya hanya dikerjakan Sumi dan dibantu anggota keluarganya.
Mengawali bisnis sesuai dengan minat dan bakat, memang merupakan alternatif tepat untuk bisa sukses menjalankan sebuah bisnis. Bermodalkan kemampuan memasak yang didapatkan Sumi ketika mengenyam Pendidikan Kesejahteraan dan Keluarga di IKIP Jakarta, Ia menjalankan bisnis katering rumahan dengan menerima pesanan kue dan makanan untuk acara-acara tertentu.
Di akhir tahun 1999 Sumi mencoba resep kue bolu kukus yang didapatkan dari salah seorang saudaranya. Ia mencoba resep tersebut hingga berulang-ulang, sampai akhirnya menemukan takaran yang pas untuk bolu kukus tersebut. Dibantu oleh putra sulungnya Joko Ervianto beserta istrinya (Atin), Sumi menawarkan bolu kukus cokelat tersebut sebagai salah satu menu di katering mereka. Berkat kelezatan dan cita rasa bolu kukus cokelat yang unik, produk tersebut dengan mudahnya diminati para konsumen.
Melihat permintaan pasar akan produk tersebut sangatlah bagus, pada tahun 2000 keluarga Sumi memutuskan untuk membuka usaha brownies kukus dengan menggunakan merek Amanda. Nama tersebut merupakan singkatan dari Anak Mantu Damai, yang artinya mengharapkan anak dan menantu bisa selalu hidup rukun dan damai.
Langkah Awal memasarkan brownies kukus Amanda ternyata tidak semulus yang dibayangkan Sumi beserta anak dan mantunya, kios usaha yang dibuka di komplek pertokoan Metro Bandung harus tergusur setelah pertokoan tersebut terbakar. Hingga akhirnya mereka memindah usaha kue tersebut dengan menyewa tempat di kawasan Jl. Tata Surya Bandung. Cobaan tersebut tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap menjalankan bisnis brownies kukus, dengan lokasi usaha yang baru mereka juga merasa tertantang untuk bisa mendapatkan pelanggan baru.
Merintis usaha kembali di tempat baru, ternyata memberikan keuntungan tersendiri bagi Amanda. Tak sulit bagi mereka untuk mendapatkan konsumen baru, bahkan minat konsumen semakin meningkat setelah mereka pindah di lokasi baru. Brownies yang diproduksi setiap harinya selalu habis dibeli konsumen, dan tak jarang banyak konsumen yang harus kecewa karena brownies kukus yang ingin dibelinya sudah habis terjual.
Seiring dengan permintaan pasar yang semakin tinggi, membuat tempat usaha yang mereka tempati sudah tidak memenuhi kapasitas produksi. Tahun 2002 Sumi dan keluarganya berpindah lagi ke lokasi usaha baru di Jl. Rancabolang Bandung. Mengulangi kesuksesan di tahun sebelumnya, dari lokasi yang baru kesuksesan brownies kukus Amanda menunjukan kemajuan yang luar biasa. Lokasi yang strategis dan didukung dengan cita rasa brownies kukus yang lezat, mengantarkan bisnis yang dulunya hanya dikerjakan di rumah kini menjadi industri kue yang sangat sukses. Dan pada tahun 2004, merek brownies kukus Amanda resmi dipatenkan menjadi brand produk kue buatan Sumi dan keluarganya.
Dibantu para menantu dan ketiga putranya Joko Ervianto, Andi Darmansyah, dan Sugeng Cahyono, kini brownies kukus Amanda sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di berbagai kota. Dengan menawarkan lebih dari dua puluh varian produk, saat ini penjualan produk Amanda bisa mencapai ribuan kotak untuk setiap harinya di masing-masing cabang. Anda bisa bayangkan bukan, berapa besar keuntungan yang diperoleh keluarga Sumi setiap bulannya?
Label:
alat roti,
bisnis roti,
info alat roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mesin roti bekas,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Minggu, 10 Juni 2012
KISAH PENGUSAHA SUKSES BIDANG KULINER
Menjadi seorang pengusaha sukses, tentunya menjadi impian besar bagi semua orang. Namun sayangnya tidak banyak orang yang bisa berhasil meraih impian tersebut, mengingat untuk mencapai sebuah kesuksesan dibutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat guna menghadapi semua rintangan dan hambatan yang sering muncul di tengah perjalanan menuju sukses. Hal inilah yang memotivasi sepasang suami istri, Jody Brontosuseno dan Siti Hariyani dalam mengembangkan usaha.
Jatuh bangun dalam menjalankan sebuah usaha, sudah menjadi bagian dari perjuangan mereka mencapai kesuksesan. Berbagai peluang usaha dari mulai berdagang roti bakar, berjualan susu, sampai berbisnis kaos partai musiman pernah mereka jalani, dan semuanya tidak bisa bertahan lama hingga harus ditutup sebelum mencapai suksesnya.
Meskipun begitu, pengalaman pahit tersebut tidak membuat sepasang suami istri ini berhenti mencoba peruntungannya di dunia bisnis. Mengawali kesuksesan bisnisnya pada tahun 2000, Jody dan Anik mencoba membuka warung steak sederhana dengan memanfaatkan teras rumahnya, yang berlokasi di Jl. Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta sebagai lokasi usaha. Berbekal jiwa entrepreneur yang telah mereka miliki, pasangan serasi ini nekat membangun sebuah rumah makan steak dengan nama “Waroeng Steak n Shake” yang kini lebih dikenal dengan istilah WS, lain daripada restoran steak lainnya.
Jika biasanya kuliner ala Eropa ini hanya bisa dinikmati masyarakat menengah atas, di berbagai restoran mewah atau di hotel-hotel berbintang dengan harga yang relatif mahal. Jody dan Anik, berhasil menciptakan sebuah gebrakan baru di bisnis kuliner, dengan menawarkan salah satu makanan barat yang banyak diminati masyarakat yaitu steak, dengan harga yang sangat bersahabat dan jauh dari kata mahal.
Mereka sengaja menawarkan steak di warung sederhananya, untuk membangun image baru di mata konsumen bahwa menu ala Eropa juga bisa disajikan di warung makan biasa, dengan cita rasa yang tidak kalah bersaing dengan steak di hotel-hotel berbintang lima.
Siapa sangka jika strategi tersebut cukup menarik minat konsumen, hingga waroeng steak yang dulunya hanya bermodalkan 5 buah hot plate dan 5 buah meja makan, dengan daya tampung 20 pengunjung. Kini berhasil berkembang pesat, mencapai lebih dari 30 cabang yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. Seperti di daerah Jakarta, Medan, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Solo, Palembang, Yogyakarta, Bali, serta Pekanbaru. Dengan omset ratusan hingga milyaran rupiah setiap bulannya.
Terobosan baru yang ditawarkan Waroeng steak, melalui mottonya “Bukan steak biasa” ini berhasil merubah pandangan masyarakat, yang dulunya beranggapan bahwa makanan steak hanya bisa dikonsumsi orang kaya. Menjadi makanan baru yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan harga yang sangat terjangkau dan tentunya pas dikantong semua konsumen.
Dengan menanamkan image murah yang begitu kuat di hati para konsumennya. Kini duet suami istri ini tercatat sebagai salah satu entrepreneur sukses yang keberadaannya patut diperhitungkan. Karena mereka tidak hanya sukses mengembangkan puluhan cabang WS di berbagai daerah saja, saat ini Jody dan Anik juga merambah bisnis makanan lainnya yang menawarkan berbagai menu bakaran, serta membangun bisnis futsal di seputaran kota Yogyakarta.
Jatuh bangun dalam menjalankan sebuah usaha, sudah menjadi bagian dari perjuangan mereka mencapai kesuksesan. Berbagai peluang usaha dari mulai berdagang roti bakar, berjualan susu, sampai berbisnis kaos partai musiman pernah mereka jalani, dan semuanya tidak bisa bertahan lama hingga harus ditutup sebelum mencapai suksesnya.
Meskipun begitu, pengalaman pahit tersebut tidak membuat sepasang suami istri ini berhenti mencoba peruntungannya di dunia bisnis. Mengawali kesuksesan bisnisnya pada tahun 2000, Jody dan Anik mencoba membuka warung steak sederhana dengan memanfaatkan teras rumahnya, yang berlokasi di Jl. Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta sebagai lokasi usaha. Berbekal jiwa entrepreneur yang telah mereka miliki, pasangan serasi ini nekat membangun sebuah rumah makan steak dengan nama “Waroeng Steak n Shake” yang kini lebih dikenal dengan istilah WS, lain daripada restoran steak lainnya.
Jika biasanya kuliner ala Eropa ini hanya bisa dinikmati masyarakat menengah atas, di berbagai restoran mewah atau di hotel-hotel berbintang dengan harga yang relatif mahal. Jody dan Anik, berhasil menciptakan sebuah gebrakan baru di bisnis kuliner, dengan menawarkan salah satu makanan barat yang banyak diminati masyarakat yaitu steak, dengan harga yang sangat bersahabat dan jauh dari kata mahal.
Mereka sengaja menawarkan steak di warung sederhananya, untuk membangun image baru di mata konsumen bahwa menu ala Eropa juga bisa disajikan di warung makan biasa, dengan cita rasa yang tidak kalah bersaing dengan steak di hotel-hotel berbintang lima.
Siapa sangka jika strategi tersebut cukup menarik minat konsumen, hingga waroeng steak yang dulunya hanya bermodalkan 5 buah hot plate dan 5 buah meja makan, dengan daya tampung 20 pengunjung. Kini berhasil berkembang pesat, mencapai lebih dari 30 cabang yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. Seperti di daerah Jakarta, Medan, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Solo, Palembang, Yogyakarta, Bali, serta Pekanbaru. Dengan omset ratusan hingga milyaran rupiah setiap bulannya.
Terobosan baru yang ditawarkan Waroeng steak, melalui mottonya “Bukan steak biasa” ini berhasil merubah pandangan masyarakat, yang dulunya beranggapan bahwa makanan steak hanya bisa dikonsumsi orang kaya. Menjadi makanan baru yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat dengan harga yang sangat terjangkau dan tentunya pas dikantong semua konsumen.
Dengan menanamkan image murah yang begitu kuat di hati para konsumennya. Kini duet suami istri ini tercatat sebagai salah satu entrepreneur sukses yang keberadaannya patut diperhitungkan. Karena mereka tidak hanya sukses mengembangkan puluhan cabang WS di berbagai daerah saja, saat ini Jody dan Anik juga merambah bisnis makanan lainnya yang menawarkan berbagai menu bakaran, serta membangun bisnis futsal di seputaran kota Yogyakarta.
Label:
alat roti,
bisnis roti,
Info pameran roti,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Selasa, 05 Juni 2012
WISNU SUKSES DENGAN KUE BINGKA BEROMZET RATUSAN JUTA RUPIAH
Setiap daerah pasti memiliki makanan atau kue khas daerah dengan keunikannya masing-masing. Tak terkecuali Batam, Kepulauan Riau. Daerah ini juga memiliki kue khas bernama kue bingka bakar. Sayangnya, kue khas daerah ini terus meredup lantaran kalah pamor dengan produk makanan impor dari negeri tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Prihatin melihat kondisi tersebut, Rosnendya Wisnu Wardhana berupaya mengembalikan kejayaan kue bingka bakar.
“Selama ini yang lebih terkenal di Batam itu produk negeri tetangga, seperti cokelat dari Singapura atau Malaysia, Sementara makanan khas Batam tenggelam,” kata lekaki yang acap disapa Wisnu ini.
Pada 2009 ia pun mulai mengembangkan kue bingka bakar. Di bawah bendera usaha Kue Bingka Bakar Nay@adam, ia memproduksi kue bingka bakar sebanyak 11.000 loyang setiap hari. Dengan harga jual Rp 20.000 per loyang, omzetnya dalam sebulan mencapai ratusan juta rupiah. “Alhamdulillah cukup untuk menghidupi keluarga dan sekitar 60 karyawan,” katanya.
Berkat kerja kerasnya, kue bingka kini sudah menjadi salah satu jajanan khas Kota Batam. Banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang membeli kue bingka. "Sekarang kue bingka sudah lumayan dikenal hingga ke luar Batam," katanya.
Popularitas kue ini bahkan sudah sampai di Singapura. Selain dibawa turis Singapura yang melancong ke Batam, ia juga pernah memperkenalkan langsung kue ini dengan mengikuti pameran kuliner di Negeri Singa tersebut.
Produk kue bingka buatannya bisa diterima pasar karena sudah dimodifikasi sesuai dengan selera masyarakat modern. Aslinya, kue berbahan baku santan yang dibuat berbentuk bunga matahari segi delapan ini hanya memiliki satu varian rasa. Yakni, rasa pandan yang dibuat manis dan paling lama tahan satu hari.
Tapi, di tangannya, kue bingka kini hadir dengan 12 varian rasa, seperti keju, stroberi, buah naga, kiwi, wijen, durian, mochacino, hingga blueberry. Dengan pilihan rasa yang kian variatif, kue bingka kini semakin diterima pasar. Padahal sebelumnya, kue ini hampir punah. Kalaupun ada, paling hanya dijual di pasar-pasar tradisional. "Saya bereksperimen mengembangkan varian rasa kue ini dengan dibantu keluarga," ujarnya.
Selain kue bingka, ia juga memproduksi makanan khas daerah Batam lainnya. Di antaranya kek, sejenis kue blackforest tapi berbahan dasar pisang. Ia berharap, semua kue buatannya tetap bisa menjadi rujukan oleh-oleh khas Batam bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.
Berkat usahanya ini, ia pun diganjar sejumlah prestasi. Beberapa di antaranya adalah pemenang terbaik 1 Wirausaha Muda Mandiri Bidang Usaha Boga Mandiri 2010, UMKM Kreatif versi Kadin Provinsi Kepulauan Riau 2010, The Best Entrepreneur of The Years 2011 oleh Indonesia Community Center. Prestasi lain yang didapatnya adalah The Indonesian Small & Medium Business & Entrepreneur Award (ISMBEA) 2012.
Sukses yang diraih Rosnendya Wisnu Wardhana tidak didapat dalam waktu sekejap. Perlu waktu dan kerja keras agar bisa sukses seperti sekarang. Beberapa kali, ia mengalami jatuh bangun dalam menjalankan usaha. Sebelum merintis usaha Kue Bingka Bakar Nay@dam, Wisnu pernah mencoba menjalankan usaha cuci motor dan mobil, cuci helm, hingga membuka gerai angkringan. "Karena pengelolaannya tidak fokus, Alhamdulillah semua usaha ini akhirnya tutup," ujarnya.
Tetapi, hal itu tidak membuatnya putus asa. Belajar dari pengalaman, ia mencoba bangkit kembali dan fokus di satu jenis usaha.
Hal itulah yang dilakukannya saat merintis usaha pembuatan kue khas Batam, seperti kue bingka dan kue bilis. Ia merintis usaha ini di awal tahun 2009 dengan modal awal Rp 5 juta. Modal yang tak seberapa itu dipakainya buat membeli bahan baku, mixer, dan Loyang cetakan kue. Sisanya dipakai buat menyewa sebuah konter berukuran 2x3 meter di kawasan Pasar Mega Legenda, Batam. Ia sengaja memilih konter terkecil karena modalnya sudah habis buat yang lain. "Karena konter kecil biaya sewanya hanya sekitar Rp 390.000 per bulan," ujarnya.
Awalnya, ia hanya menjual aneka jajanan pasar, seperti kerupuk ikan, keripik talas, hingga keladi pedas. Berbagai camilan itu cukup sering dijual di pasar-pasar Batam saat itu. Setelah hampir dua bulan berjalan, ia kemudian memutuskan untuk membuat kue bingka bakar. Di awal-awal berjualan, kuenya belum begitu laris. Dalam sehari paling hanya 15 loyang kue bingka yang laku terjual. "Saya ingat saat itu harganya Rp 8.000 per loyang," ujarnya.
Namun, saat itu, ia sudah bertekad ingin menjadikan kue bingka bakar sebagai oleh-oleh khas Batam. Ia pun gencar memasarkan produknya ke sejumlah acara, baik di tingkat kelurahan, kecamatan, atau provinsi. Seperti acara penyuluhan keluarga berencana maupun perhelatan mushabaqoh tilawatil quran (MTQ) tingkat provinsi. Lambat laun, upayanya itu mulai membuahkan hasil. Pada Agustus 2009, Pemerintah Kota Batam mengajaknya untuk ikut serta dalam acara Asia Food Festival di Singapura. Setelah mengikuti acara itu, kue buatannya semakin dikenal masyarakat, baik warga Batam maupun wisatawan yang datang.
Ia mengaku, saat itu masih minder bila ada wisatawan yang mendatangi gerainya. "Karena masih kecil sekali, seperti konter pulsa begitu kok," katanya.
Baru di tahun 2010, ia memindahkan lokasi usahanya ke sebuah ruko yang lebih luas. Selain luas, lokasi baru ini juga lebih rapi dan bersih. Setelah pindah ke ruko inilah usahanya semakin berkembang. Namun, butuh perjuangan bagi Wisnu untuk memindahkan usahanya ke ruko tersebut. Soalnya, ruko itu dibeli dengan cara mencari pinjaman ke bank. Untuk keperluan itu, ia terpaksa menjaminkan surat keputusan (SK) pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) milik istrinya ke bank tersebut.
Maklum, mengandalkan omzetnya dari berjualan di pasar belum cukup. "Saat itu omzet bulanan saya rata-rata masih sekitar Rp 5 juta per bulan," ujarnya.
Tapi, semua upayanya itu tidak sisa-sia. Dengan menempati ruko, makin banyak pelanggan yang percaya dengan kualitas produknya. Selain warga Batam sendiri, banyak wisatawan asing dan lokal yang membeli penganan khas Batam hasil karyanya ini. "Kalau dulu takut ada wisatawan yang datang karena gerai -nya kecil , sekarang malah sangat berharap makin banyak wisatawan yang datang," ujarnya.
Saat ini, kue bingka buatannya sudah menjadi salah satu jajanan khas Kota Batam. Jumlah gerainya juga terus bertambah. Sampai saat ini, sudah ada enam gerai Kue Bingka Bakar Nay@adam miliknya di Kota Batam.
Untuk membesarkan usahanya, ia juga menggandeng pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Batam. Para pelaku UKM tersebut diberi kesempatan untuk menitip jual makanan, minuman, serta aneka produk kerajinan lainnya di gerai -gerai miliknya. Alhasil, gerai Nay@dam pun kini makin semarak. Selain makanan, juga ada aneka suvenir seperti kaos dan gantungan kunci khas Batam. "Saya berharap, ada sesuatu yang bisa dijadikan kenang-kenangan setelah seseorang berkunjung ke Batam," ujarnya.
Melalui usahanya itu, Wisnu memang berharap bisa turut membantu mengembangkan pelaku usaha lain. Terutama mereka yang aktivitas produksinya terkait dengan pernak-pernik khas Batam. Kendati sudah sukses, Wisnu masih tetap ingin membesarkan usahanya tersebut. Salah satu keinginannya adalah membuka gerai di luar Kota Batam, termasuk Jakarta.
Selain untuk bisnis, gerai tersebut diharapkan bisa ikut mempromosikan Batam. "Cita-cita sih ingin membuka gerai di Jakarta, rencananya di tahun ini," ucapnya.
Ia juga mengaku, sudah banyak pihak yang memintanya menawarkan kerja sama waralaba. Namun, ia belum mau memenuhi permintaan tersebut. "Kalau business opportunity mungkin masih bisa ya," katanya ayah dari dua orang anak ini.
“Selama ini yang lebih terkenal di Batam itu produk negeri tetangga, seperti cokelat dari Singapura atau Malaysia, Sementara makanan khas Batam tenggelam,” kata lekaki yang acap disapa Wisnu ini.
Pada 2009 ia pun mulai mengembangkan kue bingka bakar. Di bawah bendera usaha Kue Bingka Bakar Nay@adam, ia memproduksi kue bingka bakar sebanyak 11.000 loyang setiap hari. Dengan harga jual Rp 20.000 per loyang, omzetnya dalam sebulan mencapai ratusan juta rupiah. “Alhamdulillah cukup untuk menghidupi keluarga dan sekitar 60 karyawan,” katanya.
Berkat kerja kerasnya, kue bingka kini sudah menjadi salah satu jajanan khas Kota Batam. Banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri yang membeli kue bingka. "Sekarang kue bingka sudah lumayan dikenal hingga ke luar Batam," katanya.
Popularitas kue ini bahkan sudah sampai di Singapura. Selain dibawa turis Singapura yang melancong ke Batam, ia juga pernah memperkenalkan langsung kue ini dengan mengikuti pameran kuliner di Negeri Singa tersebut.
Produk kue bingka buatannya bisa diterima pasar karena sudah dimodifikasi sesuai dengan selera masyarakat modern. Aslinya, kue berbahan baku santan yang dibuat berbentuk bunga matahari segi delapan ini hanya memiliki satu varian rasa. Yakni, rasa pandan yang dibuat manis dan paling lama tahan satu hari.
Tapi, di tangannya, kue bingka kini hadir dengan 12 varian rasa, seperti keju, stroberi, buah naga, kiwi, wijen, durian, mochacino, hingga blueberry. Dengan pilihan rasa yang kian variatif, kue bingka kini semakin diterima pasar. Padahal sebelumnya, kue ini hampir punah. Kalaupun ada, paling hanya dijual di pasar-pasar tradisional. "Saya bereksperimen mengembangkan varian rasa kue ini dengan dibantu keluarga," ujarnya.
Selain kue bingka, ia juga memproduksi makanan khas daerah Batam lainnya. Di antaranya kek, sejenis kue blackforest tapi berbahan dasar pisang. Ia berharap, semua kue buatannya tetap bisa menjadi rujukan oleh-oleh khas Batam bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.
Berkat usahanya ini, ia pun diganjar sejumlah prestasi. Beberapa di antaranya adalah pemenang terbaik 1 Wirausaha Muda Mandiri Bidang Usaha Boga Mandiri 2010, UMKM Kreatif versi Kadin Provinsi Kepulauan Riau 2010, The Best Entrepreneur of The Years 2011 oleh Indonesia Community Center. Prestasi lain yang didapatnya adalah The Indonesian Small & Medium Business & Entrepreneur Award (ISMBEA) 2012.
Sukses yang diraih Rosnendya Wisnu Wardhana tidak didapat dalam waktu sekejap. Perlu waktu dan kerja keras agar bisa sukses seperti sekarang. Beberapa kali, ia mengalami jatuh bangun dalam menjalankan usaha. Sebelum merintis usaha Kue Bingka Bakar Nay@dam, Wisnu pernah mencoba menjalankan usaha cuci motor dan mobil, cuci helm, hingga membuka gerai angkringan. "Karena pengelolaannya tidak fokus, Alhamdulillah semua usaha ini akhirnya tutup," ujarnya.
Tetapi, hal itu tidak membuatnya putus asa. Belajar dari pengalaman, ia mencoba bangkit kembali dan fokus di satu jenis usaha.
Hal itulah yang dilakukannya saat merintis usaha pembuatan kue khas Batam, seperti kue bingka dan kue bilis. Ia merintis usaha ini di awal tahun 2009 dengan modal awal Rp 5 juta. Modal yang tak seberapa itu dipakainya buat membeli bahan baku, mixer, dan Loyang cetakan kue. Sisanya dipakai buat menyewa sebuah konter berukuran 2x3 meter di kawasan Pasar Mega Legenda, Batam. Ia sengaja memilih konter terkecil karena modalnya sudah habis buat yang lain. "Karena konter kecil biaya sewanya hanya sekitar Rp 390.000 per bulan," ujarnya.
Awalnya, ia hanya menjual aneka jajanan pasar, seperti kerupuk ikan, keripik talas, hingga keladi pedas. Berbagai camilan itu cukup sering dijual di pasar-pasar Batam saat itu. Setelah hampir dua bulan berjalan, ia kemudian memutuskan untuk membuat kue bingka bakar. Di awal-awal berjualan, kuenya belum begitu laris. Dalam sehari paling hanya 15 loyang kue bingka yang laku terjual. "Saya ingat saat itu harganya Rp 8.000 per loyang," ujarnya.
Namun, saat itu, ia sudah bertekad ingin menjadikan kue bingka bakar sebagai oleh-oleh khas Batam. Ia pun gencar memasarkan produknya ke sejumlah acara, baik di tingkat kelurahan, kecamatan, atau provinsi. Seperti acara penyuluhan keluarga berencana maupun perhelatan mushabaqoh tilawatil quran (MTQ) tingkat provinsi. Lambat laun, upayanya itu mulai membuahkan hasil. Pada Agustus 2009, Pemerintah Kota Batam mengajaknya untuk ikut serta dalam acara Asia Food Festival di Singapura. Setelah mengikuti acara itu, kue buatannya semakin dikenal masyarakat, baik warga Batam maupun wisatawan yang datang.
Ia mengaku, saat itu masih minder bila ada wisatawan yang mendatangi gerainya. "Karena masih kecil sekali, seperti konter pulsa begitu kok," katanya.
Baru di tahun 2010, ia memindahkan lokasi usahanya ke sebuah ruko yang lebih luas. Selain luas, lokasi baru ini juga lebih rapi dan bersih. Setelah pindah ke ruko inilah usahanya semakin berkembang. Namun, butuh perjuangan bagi Wisnu untuk memindahkan usahanya ke ruko tersebut. Soalnya, ruko itu dibeli dengan cara mencari pinjaman ke bank. Untuk keperluan itu, ia terpaksa menjaminkan surat keputusan (SK) pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS) milik istrinya ke bank tersebut.
Maklum, mengandalkan omzetnya dari berjualan di pasar belum cukup. "Saat itu omzet bulanan saya rata-rata masih sekitar Rp 5 juta per bulan," ujarnya.
Tapi, semua upayanya itu tidak sisa-sia. Dengan menempati ruko, makin banyak pelanggan yang percaya dengan kualitas produknya. Selain warga Batam sendiri, banyak wisatawan asing dan lokal yang membeli penganan khas Batam hasil karyanya ini. "Kalau dulu takut ada wisatawan yang datang karena gerai -nya kecil , sekarang malah sangat berharap makin banyak wisatawan yang datang," ujarnya.
Saat ini, kue bingka buatannya sudah menjadi salah satu jajanan khas Kota Batam. Jumlah gerainya juga terus bertambah. Sampai saat ini, sudah ada enam gerai Kue Bingka Bakar Nay@adam miliknya di Kota Batam.
Untuk membesarkan usahanya, ia juga menggandeng pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Batam. Para pelaku UKM tersebut diberi kesempatan untuk menitip jual makanan, minuman, serta aneka produk kerajinan lainnya di gerai -gerai miliknya. Alhasil, gerai Nay@dam pun kini makin semarak. Selain makanan, juga ada aneka suvenir seperti kaos dan gantungan kunci khas Batam. "Saya berharap, ada sesuatu yang bisa dijadikan kenang-kenangan setelah seseorang berkunjung ke Batam," ujarnya.
Melalui usahanya itu, Wisnu memang berharap bisa turut membantu mengembangkan pelaku usaha lain. Terutama mereka yang aktivitas produksinya terkait dengan pernak-pernik khas Batam. Kendati sudah sukses, Wisnu masih tetap ingin membesarkan usahanya tersebut. Salah satu keinginannya adalah membuka gerai di luar Kota Batam, termasuk Jakarta.
Selain untuk bisnis, gerai tersebut diharapkan bisa ikut mempromosikan Batam. "Cita-cita sih ingin membuka gerai di Jakarta, rencananya di tahun ini," ucapnya.
Ia juga mengaku, sudah banyak pihak yang memintanya menawarkan kerja sama waralaba. Namun, ia belum mau memenuhi permintaan tersebut. "Kalau business opportunity mungkin masih bisa ya," katanya ayah dari dua orang anak ini.
Label:
alat roti,
info alat roti,
Katalog Produk,
Kiat Bisnis Roti,
kuliner,
kursus roti,
mesin bakery,
Mesin roti,
mixer roti,
oven roti,
proofer,
resep roti,
toko roti,
usaha roti
Sabtu, 02 Juni 2012
TAWARKAN COKELAT LEWAT INTERNET
Pengguna internet adalah pasar yang bisa digarap untuk memulai sebuah bisnis. Berbekal keyakinan itu, sebagian anak muda merintis usaha dengan membuka toko di dunia maya. Apalagi, pengguna internet di Indonesia berkembang pesat. Jumlah pengguna internet yang tumbuh pesat membuat Bayu Amperiawan optimistis bisnis toko cokelat yang ia kembangkan bersama Lisnawati, istrinya, bakal maju. Dengan memasang merek dagang Ayla, Bayu mendesain sendiri toko virtualnya dengan nama www.tokocoklat.com. Sesuai dengan produk yang dijualnya, Bayu memakai warna serba coklat untuk toko virtualnya. Ia lalu memasang foto berbagai jenis produk cokelat buatan istrinya sendiri, berikut harga yang ditawarkan dan tabel ongkos kirim ke luar kota. Selain cokelat, Lisnawati juga memproduksi kue basah dan kue kering. Bayu dan Lisnawati memulai bisnis di dunia maya pada tahun 2006. Sebelumnya, Lisnawati hanya memasarkan cokelat dan kue kering buatannya dari pintu ke pintu. Namun, karena penjualan mereka tidak tumbuh baik, Bayu berinisiatif memasarkan produk itu melalui internet. Sejak awal diluncurkan, toko cokelat virtual itu sudah berkembang pesat. Lisnawati memang yakin bahwa produk cokelat bisa diterima pasar karena awet hingga 16 bulan. Cokelat juga tidak mengenal musim seperti kue kering yang hanya laris saat Lebaran atau Natal. ”Kapan saja orang ingin mengungkapkan perasaan hatinya, mereka bisa mengirimkan cokelat,” kata Bayu. Toko Coklat menjual produknya dengan harga Rp 2.000 untuk cokelat batangan dan Rp 20.000-Rp 90.000 untuk cokelat dalam kemasan kotak atau stoples. Karena bisnis yang dibangun bersama istrinya menunjukkan kemajuan, Bayu memutuskan keluar dari pekerjaannya setelah 15 tahun bekerja di perusahaan teknologi informasi di Jakarta. Ia ingin total mengelola situs dan melayani pesanan toko virtualnya, sementara sang istri lebih berkonsentrasi pada pengembangan produk. (*/Kompas Cetak) |
Langganan:
Postingan (Atom)